Dari pantauan detikcom, paparan abu juga merusak lahan pertanian warga. Sejumlah tanaman yang sedianya siap panen pun mati.
"Dari tanggal 28 Juni (tanaman) kena hujan abu. Semua rusak," kata Nyoman Widana, di lahan kebun miliknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paparan abu juga merusak lahan pertanian warga. Foto: Nandhang Astika/detikcom |
Ia juga mengaku mengalami kerugian hingga Rp 25 juta akibat tanamannya di lahan seluas 2 hektar gagal panen. Sementara yang masih bisa dipanen pun ia mengaku tidak laku dijual.
"Yang sayur seperti sawi dan kol itu saya rugi sekitar Rp 10 juta sedangkan jeruknya Rp 15 juta-an lah," lanjutnya.
Tempat tinggal dan lahan garapannya ini berjarak sekitar 10 kilo meter dari puncak gunung. Meski berada di luar radius bahaya 4 kilo meter namun dampak dari paparan abu vulkanik dirasakan cukup parah.
Walau desanya menjadi sasaran hujan abu namun Widana bersama keluarga dan warga lain tetap bertahan dirumah. Ia beralasan hingga saat ini belum ada imbauan dari pemerintah untuk mengungsi.
"Tidak mengungsi karena status (gunung agung) belum berubah dan belum ada imbauan (mengungsi) dari pemerintah," terang Widana.
"Dari tanggal 28 Juni (tanaman) kena hujan abu. Semua rusak," kata Nyoman Widana, di lahan kebun miliknya. Foto: Nandhang Astika/detikcom |
Sama halnya di Desa Suter, Kecamatan Kintamani, Bangli. Bukan saja abu halus namun material berupa butiran pasir juga tampak menempel di bangunan rumah-rumah warga.
"Seperti turun hujan air tapi ini abu. Banyak tanaman saya yang kena (paparan) abu," ujar Mertayasa warga Suter, Kintamani.
Ia juga menceritakan tanaman sayur berupa kacang panjang, sawi dan jagung miliknya mati. Awalnya, kata dia daunnya menguning akibat terkena debu sejak 28 Juni lalu.
Warga lainnya yang juga petani jeruk, Wayan Suardana menuturkan buah jeruknya juga bernasib sama seperti tanaman lain. Jeruk yang siap panen ini penuh dengan abu vulkanik.
Petani merugi akibat hujan abu. Foto: Nandhang Astika/detikcom |
Ia mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk menghilangkan debu yang menempel. Apalagi di lokasi tempatnya bertani merupakan daerah sulit air.
"Mau disemprot di sini nggak ada air, ya paling nunggu ada hujan saja," ucapnya pasrah. (aan/aan)












































Paparan abu juga merusak lahan pertanian warga. Foto: Nandhang Astika/detikcom
"Dari tanggal 28 Juni (tanaman) kena hujan abu. Semua rusak," kata Nyoman Widana, di lahan kebun miliknya. Foto: Nandhang Astika/detikcom
Petani merugi akibat hujan abu. Foto: Nandhang Astika/detikcom