Imelda mengatakan, hingga kini Jokowi belum memutuskan siapa calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Jokowi di Pilpres 2019 nanti. Faktor itulah yang memberatkan Demokrat untuk bergabung.
"Kita lihat koalisi yang dibangun saat ini, semua orang bertanya siapa cawapres Pak Jokowi. Kalau kemudian cawapresnya ditentukan saat last minute jelang 10 Agustus (pendaftaran Pilpres 2019-red), artinya koalisi dikunci baru diumumkan cawapresnya," kata Imelda dalam diskusi Voxpol Center bertajuk 'Utak-atik Capres-Cawapres Pascapilkada Serentak 2018' di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam waktu beberapa jam koalisi tidak bisa menyatakan menolak pilihan. Itulah yang membuat kami, parpol yang merasa kalau misalnya sudah dikunci dengan koalisi yang kita tidak tahu siapa cawapresnya, itu adalah koalisi yang tidak memberikan keluwesan para ketua umum untuk berkumpul, bertemu membahas dan menyetujui siapa cawapresnya. Tentu itu tidak baik," jelas Imelda.
Untuk itu, kata Imelda, partainya saat ini berupaya membentuk sebuah poros koalisi baru, yang dinamai dengan Koalisi Kerakyatan. Wacana mengusung pasangan Jusuf Kalla (JK)-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pun menguat untuk koalisi ini.
"Jadi menurut kami, koalisi alternatif ini sebuah terobosan. Harus dibangun degan cara yang benar. Saya kira Pak JK sangat multi-talenta. Dan Mas Agus pengetahuannya baik di militer, ekonomi kreatif, administrasi dan kaum milenial. Dan berdasarkan hasil survei cawapres, Agus paling tinggi mencapai 18 persen," kata Imelda. (jor/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini