Gugatan itu dilakukan PSI terhadap Pasal 1 Angka 35 dan Pasal 275 ayat 2 UU Pemilu 2017. PSI merasa pasal itu bertentangan UUD 1945.
"Saudara diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan selama 14 hari sejak hari ini. Apa yang disampaikan oleh panel itu adalah saran masukan saudara boleh mengikuti saudara juga tidak mengikuti nggak papa itu adalah hak saudara," ujar hakim Aswanto, saat sidang di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaitan dengan masalah iklan, PSI menjelaskan bahwa kegiatan meminta tanggapan masyarakat tidak bisa disamakan dengan berkampanye. Sedangkan MK meminta PSI untuk lebih jelas dalam menjelaskan kerugian-kerugian apa yang dimaksud.
Berkaitan dengan tuntutan PSI yang meminta pasal 1 angka 35 untuk dihilangkan. MK menilai tuntutan PSI masih membutuhkan lebih banyak uraian yang jelas.
"Kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 275 ayat 1 huruf f dan huruf g dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang. Nah kalau itu dihilangkan nanti masa tenang masih kampanye dan tidak difasilitasi oleh KPU? Nah itu bagaimana? Coba anda menginginkannya bagaimana itu. Petitumnya?" ujar hakim konstitusi Arief Hidayat saat menjelaskan mengapa tuntutan PSI tidak bisa diterima.
Atas hal tersebut, PSI akan memperbaiki gugatannya. PSI akan mensinkronkan antara posita dengan petitum supaya jelas.
"Terima kasih majelis hakim yang mulia kami senang sekali dapat masukan yang sangat berharga yang kami pahami penjelasan dari majelis hakim Prof Saldi adalah soal penjelasan kontekstual yang perlu diperkuat kami sangat sepakat dengan masukan tersebut dan kami akan coba untuk perbaiki," ucap kuasa hukum PSI, Surya Tjandra.
(rvk/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini