"Ada dua saksi yang tidak hadir, yaitu Rustam dan Sumyana. Masing-masing adalah mantan Komisaris PT NK di tahun 2007. Tadi saya dapat informasi dari penyidik bahwa mereka sudah meninggal dunia," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (25/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah itu bisa (mempengaruhi penyidikan), nanti kita lihat ada persinggungan yang lain atau berkas-berkas yang lain, tentu itu perlu kita pelajari lebih lanjut. Karena kasus ini juga sudah kita tangani dengan proses beberapa personal dan sekarang kita proses dua korporasinya," kata Febri.
Namun hari ini KPK telah memeriksa seorang mantan Komisaris PT NK, yakni Usman Basjah. Dari saksi yang menjadi petinggi PT NK pada 2007 itu, KPK menelusuri penerimaan oleh PT NK dan PT Tuah Sejati (TS) yang dinikmati dari hasil dugaan korupsi keduanya.
"Kami mendalami lebih lanjut terkait dengan dugaan penerimaan-penerimaan yang didapatkan atau dinikmati oleh dua tersangka, yaitu NK dan TS, dan bagaimana mekanisme joint operation dua perusahaan karena dua perusahaan ini adalah tersangka yang kami proses dalam kasus di Sabang," tutur Febri.
PT Nindya Karya merupakan BUMN pertama yang ditetapkan KPK sebagai tersangka korporasi. Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama PT Tuah Sejati.
Keduanya terjerat kasus korupsi pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang 2006-2011. Kedua korporasi itu diduga diperkaya dalam proyek tersebut hingga menyebabkan kerugian negara Rp 313 miliar.
Penyimpangan yang dilakukan adalah penunjukan langsung Nindya Sejati Join Operation sebagai pelaksana pembangunan, rekayasa penyusunan HPS (harga perkiraan sendiri) dan penggelembungan harga, serta adanya kesalahan prosedur. Diduga laba yang diterima PT Nindya Karya sebesar Rp 44,68 miliar, sedangkan PT Tuah Sejati sebesar Rp 49,9 miliar. (nif/mae)