Imbas Flu Burung, Harga Ayam Pedaging di Jabar Jatuh
Rabu, 20 Jul 2005 15:53 WIB
Bandung - Sebagai imbas kasus flu burung, harga ayam pedaging di agen peternakan ayam di Jawa Barat jatuh. Diperkirakan kerugian peternak mencapai miliaran rupiah. Saat ini harga satu kg ayam hidup di agen peternakan sebesar Rp 7.800. Padahal harga normalnya Rp 8.300. "Harganya jatuh karena permainan para pedagang memainkan harga. Peternak banyak dibohongi," ungkap Staf Ahli Asosiasi Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI), Aswin Pulungan saat dihubungi detikcom, Rabu (20/7/2005). Menurut dia, salah satu penyebab utama kejatuhan harga ayam pedaging ini, karena lambannya pemerintah dalam mengantisipasi dampak dari persoalan flu burung. Termasuk menstabilkan harga ayam pedaging di tingkat pasaran dan peternak. Karena itu, dia meminta pemerintah segera turun ke pasar dan menstabilkan harga pasar ayam pedaging. Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk terus menyosialisasikan program konsumsi ayam pedaging. Saat ini, kata Aswin, angka permintaan ayam pedaging sebenarnya tidak mengalami penurunan secara tajam. Permintaan konsumen pada tingkat pasaran masih tergolong normal. Tiap hari di Jawa Barat permintaan ayam pedaging sebanyak 800 ribu ekor dalam kapasitas standar. Aswin juga menyayangkan informasi bahwa seakan-akan hanya ayam yang menjadi mediator flu burung. "Penyebaran flu burung terhadap manusia itu tidak ada sejarahnya melalui unggas atau ayam. Itu melalui babi. Seharusnya babi itu yang dimusnahkan. Perdagangan babinya yang harus segera diblokir. Kenapa ayam yang menjadi sorotan," ungkapnya protes. Menurut dia, virus flu burung ini dapat menyerang pada ayam hanya untuk jenis ayam petelur. Pada telur tersebut, ungkapnya dimungkinkan virus flu burung ini dapat bermutasi gen dalam waktu singkat. Sedangkan pada ayam pedaging, virus flu burung tidak cocok karena masa siklusnya relatif panjang. Masa siklus panen ayam pedaging sekitar 30 hari. "Tapi anehnya jadi terbalik. Ayam pedaging yang menjadi sorotan. Bahkan harga telur tiap kilo di pasaran malah naik dari Rp 8.500 menjadi Rp 9.000," ungkapnya.
(asy/)