"Sebetulnya, kalau mau disimpulkan, tidak ada satu pun nama cawapres yang bisa mendongkrak Jokowi jauh lebih tinggi ketika dipasangkan dengan yang lain. Karena, buat incumbent, faktor utama itu bukan siapa cawapresnya, tapi tingkat kepuasan publik tadi," kata Yunarto di FX Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (6/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terutama dalam hal ini berkaca dari 2014 bahwa Jokowi anti-Islam atau antikelompok tertentu," katanya.
Namun, menurut Yunarto, nama-nama yang selama ini beredar untuk disandingkan dengan Jokowi belum mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Baik nama Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Anies Baswedan, Mahfud MD, Susi Pudjiastuti, maupun Muhaimin Iskandar.
"Tetapi sebetulnya mereka berada pada tataran yang sama. Belum menjadi sosok yang bisa mendongkrak (elektabilitas) Jokowi sehingga bisa memberikan kemenangan," ujarnya.
Kondisi itu, kata Yunarto, berbeda dengan penantang Jokowi, dalam hal ini Prabowo Subianto. Prabowo, lanjutnya, tidak memiliki modal kepuasan publik.
"Sehingga siapa yang menjadi cawapres itu menjadi sangat berpengaruh terhadap elektabilitas. Apakah ada efek komplementer orang akan melihat seperti itu, nah ini yang menjadi catatan buat Prabowo, sangat penting siapa yang jadi wakil," ujarnya.
Untuk diketahui, pada survei Charta Politika yang dilakukan di sejumlah wilayah, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, sejumlah nama diunggulkan untuk mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019. Nama-nama yang diunggulkan mulai Gatot, Anies, AHY, Susi Pudjiastuti, hingga Mahfud MD.
Ini video Charta Politika: Anies Cawapres Potensial untuk Prabowo
(dnu/dnu)











































