"Kami minta ada beberapa pihak yang harus diperiksa terkait kasus yang menimpa klien kami yaitu kapten pilot, pilot, kopilot, dan seluruh awak kabin Lion Air Flight JT 687 tanggal 28 Mei 2018. Karena awak kabin yang menyebabkan kepanikan dan kekacauan dalam pesawat sehingga menimbulkan korban luka. Kapten pilot bertanggung jawab memastikan keamanan penerbangan," tutur Theo Kristoporus Kamayo dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/6/2018).
Baca juga: Canda Bom di Lion Air Berujung Tersangka
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tim penasehat hukum baru melakukan pendampingan kepada FN (Frantinus Nigiri) tanggal 29 Mei 2018. Kami meminta ada BAP ulang karena menurut pasal 56 ayat 1 KUHAP, ancaman hukuman di atas 5 tahun, FN wajib didampingi penasihat hukum," kata dia.
Baca juga: Sudah 10 Kasus, Lion Air Ungkap Tujuan Penumpang Ngaku Bawa Bom
Theo lalu membandingkan kasus pemuda asal Papua itu dengan 10 kasus candaan bom lain yang pernah terjadi. Salah satu contohnya, candaan bom yang dilontarkan Anggota DPRD Banyuwangi pada 23 Mei 2018 yang berakhir damai dan pelakunya dibebaskan. Apa yang menimpa kliennya juga tidak jauh berbeda dengan kasus lain. Hanya saja, lanjutnya, dalam kasus ini kru pesawat yang justru menyebabkan kepanikan.
"Yang berbeda adalah kapten pilot dan awak kabin menyebabkan kepanikan penumpang. Ini menunjukkan mereka tidak profesional, bagaimana mereka tidak mempercayai Avsec bandara. Artinya pihak Lion tidak memiliki SOP yang jelas," ucap Theo.
Baca juga: Polisi Ungkap Motif Penumpang Lion Air Ngaku Bawa Bom
Frantinus, pelaku yang bercanda membawa bom dalam pesawat Lion Air JT 687 di Bandara Internasional Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, telah berstatus tersangka dan ditahan. Akibat ulahnya, Frantinus terancam hukuman 8 tahun penjara. Dia dijerat Pasal 437 (2) Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. (nif/haf)