Duh, Maraknya Prostitusi di Usia Belia
Senin, 18 Jul 2005 08:39 WIB
Jakarta - Prostitusi di kalangan pelajar memang sudah menjadi cerita lama. Mungkin, kita sering mendengar bagaimana pelajar SMA menjual dirinya hanya untuk mendapatkan uang dan kesenangan. Tapi ironisnya, di Jakarta yang serba gemerlap ini, praktek prostitusi sudah melanda pelajar yang masih duduk di bangku SMP. Di usia yang masih relatif sangat belia ini, mereka sudah berani menjual dirinya. Alasannya simpel, mereka ingin punya uang lebih untuk menutupi gaya hidup mereka. Sebenarnya, orang tua mereka masih mampu untuk membiaya sekolah dan kebutuhan hidup para belia ini.Faktor lingkungan mulai dari teman pergaulan dan kebiasaan mereka berada "tempat gaul" yang penuh hingar bingar kemaksiatan menjadi faktor dominan yang membawa mereka ke lembah prostitusi. Bagi pria hidung belang ada sensasi tersendiri ketika masuk ke "lumpur dosa" bersama para gadis ingusan ini. Tapi kebanyakan mereka tidak mau disebut sebagai penjaja seks. Mereka hanya mau menjual tubuhnya hanya pada pria tertentu yang ditemuinya. Selain itu, faktor kepercayaan pada sang kakak atau germo sangat dipegang teguh oleh para belia ini. Mereka kebanyakan ditemui hanya di sejumlah diskotek-diskotek tertentu saja.Indie, sebut saja namanya demikian. Pelajar sebuah SMP di bilangan Tebet ini yang setiap weekend kerap berada di sebuah diskotek di Jakarta ini masuk ke dunia prostitusi sejak 5 bulan lalu. Indie yang mengaku kelahiran Jakarta tahun 1990 silam kenal dengan drugs gara-gara diajak temannya. Uang hasil "jerih payahnya" itu digunakan untuk membeli ekstasi serta mentraktir teman-temannya ke dugem ke diskotek. "Tapi itu setelah aku beli HP ini," kata dia sembari menunjukkan HP Nokia keluaran anyar.Indie ketika "mencari mangsa" dan datang tempat dugem tidak pernah sendiri. Dia selalu bersama-sama dengan 4-5 orang temannya dan 1 orang yang menjadi germonya. Biasanya, germonya ini adalah seorang gay atau dalam bahasa gaulnya disebut dengan sekong. Indie paling tidak berani dugem sendirian.Sang germo ini lah yang selalu menjaga Indie dan teman-temanya. Begitu juga dalam hal transaksi dengan pria hidung belang. Jika ada pria yang mengajak Indie langsung tanpa lewat sang germo, dia pun enggan melayaninya. Selain masalah keamanan bagi dirinya, jika ada masalah maka germo yang disebutnya sebagai kakak itu lah yang menolongnya.Begitu juga jika dia butuh sesuatu, misalnya untuk masuk sebuah diskotek dan membeli ektasi maka si kakak sudah menyediakannya. "Kalau lagi malas cari cowok dan pengennya ngumpul aja, kakak pasti selalu siap atau dia yang cari," kata Indie yang mengaku sangat pemilih dengan pasangan yang mau diajak tidur dengannya. Dia paling emoh jika harus diajak menemani tidur lelaki yang sudah cukup tua.Soal bagi hasil antara dia dan sang kakak dinilainya cukup fair. Malah terkadang sang kakak tidak memintanya. Tapi sayangnya Indie tak mau menyebut berapa pembagian antara dirinya dengan sang germo.Indie yang berparas cukup cantik ini mengaku berani diajak pria hidung belang saat dirinya dalam keadaan "on" atau mabuk setelah menelan beberapa butir ekstasi. Tarif yang dipatoknya lumayan mahal bisa sampai Rp 1 juta. "Yah mentok-mentoknya Rp 500 ribu pun boleh lah. Itu juga lihat cowoknya dulu gimana, baru aku mau diajak chek in. Tapi dia harus mau traktir aku dan temen-temen aku dulu waktu dugem," tandas Indie yang ditemui detikcom di rumah kontrakan temannya, di kawasan Petojo. Soal bagaimana orang tuanya, Indie mengaku tidak terlalu mempersoalkan kalau dia sering keluyuran malam bahkan tidak pulang ke rumah hingga beberapa hari. "Ya bilang aja nginep rumah teman. Tapi kan keluar rumahnya nggak setiap hari," ungkap Indie yang mengaku tetap mengedepankan sekolahnya.Dia pun tidak khawatir akan hamil ataupun terkena HIV/Aids. "Serem juga sih, tapi aku selalu minta pengaman lah. Kalau dia nggak mau, ya lebih baik gak usah," katanya enteng sambil menghembuskan asap rokok putihnya. Karena terbiasa memegang uang banyak, Indie sepertinya enggan meninggalkan dunia yang digelutinya untuk saat ini. "Kadang mikir juga sih, tapi gimana nanti aja lah," katanya.Lain Indie, lain lagi Sandra. Sandra memang terkenal di kalangan teman-temannya sebagai "ratu dugem". Hampir setiap hari dia pergi ke diskotek. Sandra yang sempat dikirimi surat peringatan dari sekolahnya karena jarang masuk ini, tetap membandel walaupun orang tuanya melarang. Gadis berambut panjang ini mengaku kehidupan keluarganya pas-pasan. Dia menjual tubuhnya dengan alasan yang sangat klise, yakni untuk biaya sekolah dan membantu orang tuanya. Tapi jika melihat dari pakaian dan perlengkapan yang berada di tubuhnya, termasuk handphone yang dipakainya, agaknya karena gaya hidup dia terjun ke dunia hitam ini.Sandra mengaku sulit untuk keluar dari kehidupannya yang sekarang ini. Pernah suatu ketika dia ingin berhenti, tapi karena ajakan teman-temannya dia kembali lagi. Gadis yang mengaku berusia 16 tahun ini sudah 2 tahun menyelami kehidupan malam. "Gara-gara sering dugem ini juga yang bikin gue sempat nggak naik kelas. Makanya ada rencana mau pindah sekolah. Habis malu juga kalau nggak naik kelas dua kali," kata Sandra yang mengaku tidak tahu bagaimana kehidupan dirinya nanti.Sama dengan Indie, Sandra pun sangat pemilih dalam memilih pria. Dia tidak akan sembarangan dan main asal pilih. Walaupun pria itu berkocek tebal tapi dia kurang sreg, jangan harap Sandra akan mau. Saat ini, Sandra tidak mau tinggal dengan orangtuanya. Dia lebih memilih mengontrak bersama beberapa rekan-rekannya dan seorang germonya di bilangan Pademangan. Menurut Sandra, sang germo punya sekitar 8 anak buahnya. "Tapi yang paling muda gue aja. Makanya, tarifnya rada mahal... He he," kata Sandra sembari tertawa lebar. Fenomena prostitusi di kalangan usia belasan ini harus menjadi pelajaran bagi orang tua untuk terus mengawasi pergaulan putrinya. Faktor teman, lingkungan serta gaya hidup modern menjadi pemicu kuat bagi mereka untuk terjun ke dunia hitam. Kapolri Sutanto harus getol memberangus peredaran narkoba, karena barang ini lah yang menjerat mereka semua.
(mar/)