Artidjo yang berlatar belakang aktivis jalanan, merintis kariernya sebagai hakim agung pada September 2000. Stigma tak betah di kantor sempat disematkan eks Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas pada Artidjo.
Namun pandangan itu dijawab Artidjo sebaliknya. Sejak pertama kali dilantik hingga 22 Mei 2018, Artidjo tak pernah cuti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Artidjo sebenarnya pernah 9 bulan tidak masuk kantor karena mendapat beasiswa short course di Amerika Serikat. Cerita penolakan 9 bulan gaji itu berawal dari sini.
Karena merasa tak bekerja, Artidjo menolak menerima gaji. Setelah itu, Artidjo selalu ngantor. Pulang pun ia membawa berkas perkara berkoper-koper dan dipelajari lagi di apartemennya. Selaku Ketua Muda MA, Artidjo menghindari bepergian ke luar negeri bila tidak ada keperluan penting.
Saat dirinya pulang ke Tanah Air, Artidjo pun mendapatkan gaji selama 9 bulan yang belum diambilnya. Namun Artidjo menolak karena merasa gaji itu bukanlah haknya.
"Artidjo sama sekali tak merasa bekerja sehingga ia merasa tak berhak mendapatkan gaji," demikian tulis buku tersebut di halaman 86.
Sayangnya sikap Artidjo itu dikhawatirkan berimbas pada hakim agung lain. Akhirnya gaji 9 bulan itu diambil Artidjo tetapi tak digunakannya, melainkan disumbangkan untuk pembangunan masjid di Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Karamnya Cinta Artidjo ke Perempuan New York |
Persoalan muncul lagi lantaran pembangunan masjid itu juga mendapat sumbangan dari hakim seluruh Indonesia. Ketua Bagir Manan menasihatinya agar uang itu tak disumbangkan seluruhnya.
Artidjo manut. Namun uang itu tak masuk ke kantong pribadinya. Sebagian dari 9 bulan gajinya itu dibagikan ke masjid di kampung halamannya di Situbondo dan Madura. (gbr/abw)