"Pak Ali Ngabalin itu kawan saya dari dulu. Saya kira pandangan-pandangannya sebagian besar samalah. Saya kan nggak ada urusan dengan orang per orang, yang kita urus adalah kebijakan-kebijakannya. Jadi kalau nanti ada perbedaan pendapat, berdebat ya biasa-biasa saja," kata Fadli di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Fadli kemudian mengaitkan hal itu dengan fungsi Kantor Staf Presiden (KSP) yang dinilai perlu dibubarkan. Menurutnya, terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh KSP dengan mengurusi pemenangan capres.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal dia sebagai lembaga nonstruktural dia mendapat anggaran dari mana. Saya ingat waktu dulu-dulu itu juga dia dapat anggarannya dari mana nggak jelas. Jadi ini pemborosan anggaran dan tidak transparan. Dan bisa saja terjadi abuse of power karena menjadi penampungan untuk relawan-relawan pemenangan capres," sambungnya.
Saat ditanya soal kaitan abuse of power yang dilakukan oleh KSP dengan Ngabalin, Fadli menepisnya. Namun ia menilai abuse of power terlihat dari KSP kerap merekrut orang yang berafiliasi dengan relawan atau timses seorang capres.
"Saya nggak menuduh begitu, tapi kan jelas sekali siapa orang-orang yang direkrut kan orang-orang yang punya afiliasi dekat dengan kerelawanan atau timses atau calon timses. Jangan jadi sarang timses KSP itu. Karena itu dibiayai oleh APBN," tutupnya.
Sebelumnya, Ketua DPP Hanura Inas Nasrullah Zubir mengatakan latar belakang Ali yang merupakan politikus dan kini masuk lingkaran Istana cocok untuk menghadapi lawan politik Jokowi. Lawan-lawan politik itu, disebut Inas, termasuk Fadli Zon dan Fahri Hamzah, yang kerap vokal mengkritik pemerintah.
"Saya pikir dengan latar belakang politisi, kayaknya Ngabalin mampu meng-counter isu-isu miring dari FH (Fahri Hamzah) dan FZ (Fadli Zon)," ujar Inas kepada wartawan, Rabu (23/5). (yas/idh)