"Kita minta MUI perlu menjelaskan dulu apa maksudnya. Tidak boleh misalnya karena ada daftar mubalig dari Kemenag, bereaksi dengan cara seperti itu. Harus dikaji secara mendalam. Tidak perlu terburu-buru," kata Robikin saat dihubungi, Senin (21/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Robikin berpendapat hal itu tak perlu ditanggapi terlalu jauh. Menurutnya, lebih baik ada panduan soal penyampaian ceramah yang baik.
"Harapan kami nggak usah terlalu jauh, jauh lebih bagus jika misalnya segenap pihak memberikan satu panduan bahwa siapa pun, mubalig harus mencerminkan penguasaan dari sisi nilai-nilai agama. Dan sekaligus menghormati local wisdom," ujar Robikin.
Robikin memberi catatan soal materi yang semestinya disampaikan penceramah. Selain harus menguasai materi agama, penceramah harus menyampaikan materi yang dapat memperkuat nasionalisme.
"Kedua, memastikan bahwa penceramah tidak boleh memberi kontribusi pada lunturnya nilai-nilai nasionalisme. Harus sebaliknya, bahwa selain menguatkan sisi-sisi atau aspek agama dan menguatkan nasionalisme," ujar Robikin.
"Sehingga bisa dipastikan materinya tak menyebarkan kebencian, baik antarsuku maupun masyarakat lain, merawat kebinekaan sekaligus menjaga NKRI," imbuhnya.
Sebelumnya, rencana standardisasi mubalig ini diungkapkan oleh Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafis kepada detikcom. Standardisasi ini sekaligus menanggapi rilisan 200 nama mubalig rekomendasi Kemenag. Menurut Cholil, Kemenag tak berhak melakukan standardisasi mubalig.
"Kemenag tidak punya hak melakukan standardisasi. Orang-orang minta yang buat MUI saja, bukan Kemenag. Karena kalau diurusi Kemenag, maka bukan hanya Islam (yang diurusi Kemenag)," kata Cholil. (jbr/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini