"Sampai saat ini masih ada dispute (perselisihan) antara Kementerian LHK dan Kementerian ATR/BPN. Karena menurut Kementerian LHK itu kawasan hutan, tapi menurut Kementerian ATR itu ada dokumen-dokumen lain," ungkap Menteri LHK Siti Nurbaya di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (21/5/2018).
Menurut Siti, kini kedua kementerian berupaya menyatukan sikap dengan saling bertukar informasi peta tapal batas untuk memilah wilayah kewenangan masing-masing kementerian. Pemeriksaan patok di lapangan juga sudah dilakukan, tetapi masih juga ada selisih soal angka luas kawasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi setelah dipelajari dengan segala dokumen, maka solusi yang akan ditempuh adalah perhutanan sosial bagi kurang-lebih 4.709 KK yang harus di-cover dalam perhutanan sosial," ucap Siti.
Daerah lain yang mengalami konflik serupa adalah Telukjambe, Karawang, Jawa Barat. Di sana, lanjut Siti, ada dua konflik yang dihadapi masyarakat, yaitu dengan PT Pertiwi Lestari dan Perhutani.
Sebenarnya KLHK telah menyelesaikan masalah tersebut dan ditindaklanjuti pihak perusahaan dengan mengeluarkan lahan untuk permukiman. Namun di samping lahan permukiman, masyarakat juga disebutnya membutuhkan lahan garapan.
"Nah bersamaan dengan itu, di luar konflik masyarakat dengan perusahaan, dalam hal ini PT Pertiwi Lestari, juga ada masyarakat di dalam kawasan Perhutani. Dan itu juga sudah diselesaikan oleh pemerintah. Jadi sudah kami berikan SK Perhutanan Sosial. Jadi ada 4 SK di sana kemudian yang masih tersisa dan difasilitasi terus oleh KPK," urainya.
Sementara itu, Kementerian ATR menyebut perhutanan sosial di Trenggalek dilakukan melalui tukar-menukar kawasan hutan dengan melibatkan pemda untuk mencari lahan pengganti. Selanjutnya, Kementerian ATR/BPN akan memberi sosialisasi ke masyarakat untuk melepas hak lahan yang merupakan inventarisasi hutan.
Sebagai gantinya, masyarakat akan diberi SK Perhutanan Sosial oleh Kementerian KLHK. SK itu berlaku selama 35 tahun dan bisa diperpanjang kemudian. Artinya, selama 35 tahun tersebut masyarakat mempunyai akses untuk tinggal dan melakukan kegiatan di atas lahan tersebut. Bahkan juga diusahakan permodalannya sesuai dengan Peraturan Menteri LHK 83/2016.
"Begitu juga di Teluk Jambe, Kabupaten Karawang, berkaitan konfliknya ada perbedaan data berkaitan dengan penerbitan sertifikat dan begitu juga dari LHK. Permintaan kami Kementerian ATR/BPN kepada LHK yaitu supaya diserahkan pada kami fakta yang sesungguhnya 14.823 ha. Hasil hitungan di lapangan 18.000 ha dan ini yang akan diteliti kembali dan mudah-mudahan konflik-konflik kehutanan di 2 kabupaten ini bisa cepat selesai," harap Dirjen Penataan Agraria Kementerian ATR, HS Muhammad Ikhsan, dalam kesempatan yang sama.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menilai perhutanan sosial dipilih sebagai solusi karena memiliki risiko hukum paling rendah. KPK akan membantu memfasilitasi inventarisasi dan sosialisasi ke masyarakat yang akan dilakukan dari Juni hingga Desember mendatang.
"Proses sosialisasinya ini difasilitasi Litbang KPK. Khusus untuk penyelesaian konflik di Teluk Jambe, Kementerian LHK akan menyerahkan peta versi KLHK ke BPN/ATR. Setelah diserahkan, akan ada pertemuan lagi dan difasilitasi KPK," ujar Syarif. (nif/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini