Sedangkan istrinya, Puji Kuswati, pernah menjadi ketua Pembinaan Kesejahteraan Keluarga di RT yang sama.
Hal itu dikatakan Ketua RT 8 RW 1, Kelurahan Tembok Dukuh, Bubutan Abdul Hamid. Orang tua Dita tinggal di RT tersebut sebelum 1990.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak menikah dengan Puji Kuswati, lanjut Ahmad, Dita menyewa rumah di gang yang sama No 23. Baru sekitar tahun 2005, bapak empat anak itu bisa membeli rumah sendiri di Tembok Dukuh V No 32, tepat di depan rumah orang tuanya. Namun, sekitar 5 tahun kemudian, rumah itu dijual.
"Selama tinggal di sini, kepribadian beliau bagus, ramah, tutur katanya halus, sosialisasi dengan masyarakat, istrinya juga aktif di posyandu," kata Hamid kepada wartawan di rumahnya, Senin (14/5/2018).
Tak hanya itu, kata Hamid, Dita juga pernah menjabat ketua RT 8 selama dua periode, yakni pada 2000-2010. Jabatan Dita kemudian dia lanjutkan.
"Istri Pak Dita dulu ketua PKK tingkat RT di sini. Kalau pemikiran yang radikal, saya tak pernah lihat selama keluarga itu di sini," ungkapnya.
Dita Oepriarto melakukan bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Minggu (13/5). Istrinya, Puji Kuswati, bersama anaknya, Fadhila Sari dan Famela Rizqita, meledakkan bom di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Jalan Diponegoro.
Sedangkan anak Dita yang lain, Yusuf Fadhil dan Firman Halim, melakukan pengeboman di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel. Peristiwa di tiga gereja itu menyebabkan 18 orang tewas dan 43 orang mengalami luka-luka.
(rvk/bpn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini