Politikus PDIP: Oposisi RI Sulit Seperti Malaysia

Politikus PDIP: Oposisi RI Sulit Seperti Malaysia

Ahmad Toriq - detikNews
Jumat, 11 Mei 2018 12:45 WIB
Charles Honoris. Foto: Ari Saputra
Jakarta - Kemenangan Mahathir Mohamad, yang memimpin kubu oposisi Malaysia, menimbulkan optimisme Gerindra dkk soal pergantian presiden Indonesia. Namun PDIP melihat perbedaan signifikan antara yang terjadi di Malayasia dengan Pemilu 2019 yang segera digelar di Indonesia.

Anggota Komisi I DPR yang membidangi Luar Negeri DPR, Charles Honoris, mengatakan insentif elektoral cenderung didapat kelompok oposisi manakala (koalisi) partai penguasa tidak becus menjalankan pemerintahan. Saat ini, menurut dia, pemerintah dinilai berkinerja baik.

"Rumus politik rasional selalu begitu. Semakin baik kinerja pemerintah, oposisi semakin tidak laku. Sebaliknya, semakin pemerintah tidak becus dan korup, oposisi semakin mendapat angin surga untuk menumbangkannya," kata Charles kepada wartawan, Jumat (11/5/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Rumus tersebut, kata Charles, juga bisa dibawa ke Indonesia. Namun, lanjut dia, dengan melihat kepuasaan rakyat yang semakin tinggi terhadap kinerja Presiden Jokowi, seperti ditunjukkan sejumlah hasil survei, kejadian di Malaysia sulit terjadi di Indonesia.

"Survei Litbang Kompas dalam rangka 3,5 tahun Jokowi-JK pada awal April lalu menunjukkan 72,2 persen rakyat puas dengan kinerja pemerintahan ini," kata politikus PDIP ini.

"Bayangkan, pembangunan infrastruktur masih berjalan saja tingkat kepuasaan rakyat sudah begitu tinggi, apalagi kalau rakyat sudah merasakan dampaknya nanti?" imbuhnya.

Oleh karena itu, kata Charles, pernyataan sejumlah politikus oposisi dalam negeri bahwa peristiwa politik di Malaysia akan 'merembet' ke Indonesia, jelas sulit terjadi selama kinerja pemerintahan Jokowi berjalan baik.

"Politik itu tidak bekerja di ruang hampa. Masa apa yang terjadi di negara tetangga disebut bisa merembet begitu saja, tanpa melihat faktor-faktor yang terjadi di belakangnya, seperti kinerja pemerintahan, efektivitas oposisi, dan sebagainya," kata Charles.

Justru, kata Charles, oposisi terancam tidak laku manakala kinerja pemerintahan Jokowi-JK semakin memuaskan rakyat. "Apalagi jika kritik-kritik yang dilancarkan oposisi tidak substantif dan tidak rasional," ujarnya.


Salah satu kritik yang tidak rasional, ujar Charles, adalah politisasi isu SARA, seperti yang kerap diangkat UMNO dan PM Najib ketika berkampanye.

"Politisasi isu SARA terbukti tidak memiliki tempat dalam perpolitikan Malaysia dan terbukti tidak efektif mendulang suara, karena masyarakat Malaysia sudah cerdas," ujarnya.

Charles yakin politisasi isu SARA juga tidak akan terjadi dan tidak akan berpengaruh dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 di Indonesia.

"Karena publik Indonesia semakin cerdas, dan sudah paham efek destruktif politisasi isu SARA yang pernah terjadi," ujarnya. (tor/van)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads