"Memang kondisinya begitu. Harus ditindak, itu kejahatan, pidana. Bukan sering lagi. Seluruh 8 kabupaten/kota kondisinya seperti itu," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten Alhamidi saat berbincang dengan detikcom, Serang, Banten, Rabu (9/5/2018).
Soal tarif percaloan itu, Alhamidi membenarkan bahwa pencari kerja di wilayahnya harus membayar uang jutaan rupiah demi bekerja di industri-industri. Ia mengatakan kejahatan tersebut tidak bisa disidik oleh Disnaker karena bukan bagiannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan sulit membuktikan praktik seperti ini karena tidak ada laporan kepada penegak hukum. Tapi ia membenarkan bahwa praktik tersebut sudah lazim terjadi di daerah Banten.
Di satu sisi, Pemprov Banten sebetulnya sudah mengeluarkan Pergub Nomor 9 Tahun 2018. Isinya regulasi tentang perekrutan oleh perusahaan-perusahaan. Jadi, begitu ada pembukaan lowongan, perusahaan bekerja sama dengan Disnaker untuk pemantauan rekrutmen pekerja.
"Jadi supaya tidak terjadi percaloan, pergub itu antisipasi pungutan liar dan perusahaan tidak seenaknya merekrut tenaga kerja. Bisa dibayangkan jika perusahaan semua ada oknum di sana," katanya.
Soal tenaga kerja asing, pada 2018 di Banten ada sekitar 7.000 pekerja. Didominasi negara China, Korea, dan Jepang. Tapi, menurutnya, jumlah tersebut tidak terlalu berpengaruh bagi tenaga kerja lokal. Sebab, kebanyakan dari mereka bekerja di proyek yang sifatnya nasional dan tenaga ahli.
Selain itu, setiap tahun jumlah pekerja asing di Banten turun. Pada 2015 ada 11.361, pada 2016 ada 10.801, dan pada 2017 sekitar 9.000 pekerja asing. Tapi tahun ini menurun menjadi 7.000.
Meski sebagai daerah yang memiliki 14 ribu industri, Banten berada di urutan kedua se-Indonesia dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) 7,77 persen. (bri/asp)