Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno menjelaskan penyebab penurunan nilai UN yang terjadi. Ia mengatakan sebetulnya nilai UN tidak menurun karena sebelumnya sekolah-sekolah menggelar UN dengan sistem UNKP (ujian nasional kertas-pensil) dan banyak kecurangan nilai di sana sehingga, saat sistem diubah menjadi UNBK, nilai terlihat menurun.
Baca juga: Mendikbud: UN 2018 Tak Ada Kendala |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan nilai itu, dikatakannya, terjadi karena dua faktor. Faktor pertama, perubahan sistem ujian dari UNPK menjadi UNBK yang menurutnya di UNKP siswa mendapat nilai tinggi karena kecurangan tetapi kini di UNBK siswa mendapatkan nilai murni.
"Jadi penurunannya disebabkan perubahan mode ujian UNKP jadi UNBK. Untuk sekolah-sekolah yang dulu integritasnya rendah di bawah 50 poin itu sampai terkoreksi sebanyak 39 poin skornya. Jadi dulu semula pakai kertas, tapi mungkin curang integritas rendah itu semula dulu 80 terkoreksi 39 jadi sekarang hanya 40. Jadi faktor koreksi itu seolah-olah turun, tapi tunggu dulu, itu palsu, nah sekarang lebih murni. Jadi menurut saya itu koreksi karena dulu nilai tinggi akibat curang," ungkapnya.
Selanjutnya, dia mengatakan, faktor kedua adalah adanya soal-soal UN tahun 2018 dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibanding UN pada 2017. Tingkat kesulitan soal-soal UN ini dialami oleh siswa di 50% sekolah yang diprediksi memiliki nilai UN menurun. Sedangkan 50% sekolah lainnya mengalami kenaikan nilai.
Ia mengatakan, hingga 2018, sebanyak 93% SMA dan 98% SMK sudah menggelar UN dengan sistem UNBK.
"Sekarang ini hasil UNBK sesungguhnya gambaran yang positif menunjukkan apa adanya. Terminologi tidak menurun, tapi mengoreksi," tegasnya. (rvk/nkn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini