"PD dalam hal ini tidak akan pernah memberikan bantuan hukum kepada siapa pun kadernya yang tersangkut masalah korupsi, perbuatan pidana, dan perbuatan tercela lainnya. Kader yang kami bantu adalah kader yang kami anggap korban kriminalisasi atau karena melakukan tugasnya di partai maupun jabatannya di eksekutif maupun di legislatif kemudian bermasalah secara hukum," kata Ferdinand di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/5/2018).
Bukan hanya itu, asas praduga tak bersalah pun, menurutnya, tidak berlaku bagi kasus Amin. Sebab, menurut Ferdinand, Amin sudah jelas terbukti menerima sejumlah dana dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namanya OTT (operasi tangkap tangan) itu praduga tidak bersalah itu tidak dikenakan, ya. Apa pun ceritanya, bagi PD, OTT itu sudah membuktikan yang bersangkutan menerima uang, dan sudah diperiksa KPK dalam tempo 2x24 jam sehingga dinaikkan statusnya menjadi tersangka," ujarnya.
"Itu sudah cukup meyakinkan bagi partai bahwa yang bersangkutan memang terlibat menerima suap pengurusan anggaran dan itu tidak ada maaf bagi PD," imbuhnya.
Amin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait APBN-P 2018. Amin diduga menerima duit Rp 500 juta.
Selain Amin, dalam kasus ini KPK menetapkan tiga tersangka lain. Mereka adalah EKK (Eka Kamaluddin) swasta atau perantara, YP (Yaya Purnomo) Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, dan Ahmad Giast.
"Diduga penerimaan total Rp 500 juta merupakan bagian dari 7 persen biaya komitmen yang dijanjikan dari dua proyek di Pemkab Sumedang senilai total sekitar Rp 25 miliar, diduga commitment fee Rp 1,7 miliar," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (5/5). (yas/elz)