"Keadilan lingkungan hidup lagi-lagi dicederai oleh upaya sistematis yang lahir dalam wujud putusan pengadilan," demikian siaran pers Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) yang dikutip detikcom, Senin (7/5/2018).
Putusan PN Meulaboh itu berdampak pada tertundanya pemulihan kerusakan lingkungan hidup atas lahan seluas 1.000 hektare. ICEL menyayangkan putusan terbaru ini karena membentuk preseden buruk bagi pelaksanaan eksekusi dalam perkara karhutla.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih menegakkan hukum seadil-adilnya, PN Meulaboh bermaksud menggagalkan pelaksanaan eksekusi putusan sebelumnya. Oleh sebab itu, ICEL meminta MA mengabaikan putusan PN Meulaboh itu.
"Mempercepat pelaksanaan eksekusi putusan dalam perkara ini karena telah berkekuatan hukum tetap," ujar ICEL.
Sebagaimana diketahui, MA menghukum PT Kallista Alam membayar ganti rugi materi sekitar Rp 114 miliar ke negara dan harus membayar dana pemulihan lahan sekitar Rp 251 miliar hingga putusan berkekuatan hukum tetap.
Namun, pada April 2018, PN Meulaboh menyatakan eksekusi putusan pada 2014 tak dapat dilaksanakan sampai ada putusan terhadap gugatan baru. Dalam sidang gugatan yang dilayangkan PT Kallista Alam, majelis hakim PN Meulaboh yang dipimpin Said Hasan (Ketua PN Meulaboh) dan hakim anggota masing-masing Muhammad Tahir dan T Latiful menerima gugatan PT Kallista Alam dan menyatakan denda Rp 366 miliar PT Kallista Alam tak dapat dieksekusi. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini