JK Minta Polisi Kuasai Teknologi Lawan Hoax dan SARA di Medsos

JK Minta Polisi Kuasai Teknologi Lawan Hoax dan SARA di Medsos

Noval Dhwinuari Antony - detikNews
Jumat, 04 Mei 2018 11:29 WIB
Foto: ilustrasi hoax/thinkstock
Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan perkembangan teknologi bisa menimbulkan konflik. Salah satunya bermunculannya media sosial yang dipakai untuk menyebarkan hoax dan SARA.

"Sekarang teknologi bisa menimbulkan konflik, akibat banyaknya medsos. Sehingga mudah untuk menyebarkan isu, bisa terjadi hoax di mana-mana yang sulit dideteksi, dan juga berbagai SARA yang lainnya," ujar JK saat memberi sambutan di acara Apel Kasatwil Polri 2018 di Auditorium PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (4/5/2018).


Untuk itu, JK meminta kepolisian untuk menguasai teknologi. Menurutnya, banyak masalah yang timbul akibat hoax dan SARA yang disebarkan lewat media sosial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena itu kalau kita bicara polisi profesional modern dan terpercaya, maka pastilah salah satu syaratnya adalah polisi harus menguasai teknologi," katanya.

"Karena apabila melihat pada dewasa ini, masalah teknologi lah yang paling banyak menyebabkan masalah bisa jadi hate speech dan hoax, dan sebagainya. Hal-hal itu yang tentu kita kerja sama dengan semua sistem di pemerintahan kita semuanya," imbuhnya.

JK sebelumnya mengatakan kepada pejabat kepolisian ada 4 hal yang dapat menyebabkan keamanan dan ketertiban menjadi terganggu.

"Bisa masalah sosial, konflik sosial, kadang-kadang diikuti konflik agama, masalah politik, pemilu terdahulu menjadi masalah. Sekarang Alhamdulillah jauh lebih baik dari masa lalu, pernah malah pemilu kita tidak ada apa-apanya saat orde baru," ungkapnya.


Menurut JK, dalam 20 tahun terakhir Indonesia memasuki situasi yang lebih demokratis. Reformasi telah menimbulkan banyak perubahan.

"Reformasi selama 3 tahun ini menimbulkan 3 perubahan pokok. Ialah pemerintahan lebih demokratis, pemerintahan lebih otonomi, sistemnya politik kita sangat otonomi, dan kebebasan pers," tuturnya.

Indonesia pun tidak bisa kembali ke masa orde baru. Seperti kembali ke zaman di mana pers dapat dikendalikan, daerah yang desentralisasi, atau pun daerah yang tidak demokratis. Polisi pun harus bisa bekerja di 3 perubahan pokok sosial dan politik pasca reformasi.

"Zaman dulu, setiap orang yang demonstrasi yang dianggap kurang ajar bisa ditangkap, sekarang orang berbicara, berbicara tentang hak. Juga otonomi daerah yang menimbulkan bahwa otonomi daerah tentu berpengaruh ke sistem pemerintahan dan kepolisian," jelasnya.

Adanya otonomi daerah membuat pengambilan keputusan pemerintah daerah diikuti oleh kepolisian daerah. Begitu juga cara mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam sistem otonomi daerah.

"Begitu juga tentang kebebasan pers, kita harus memahami itu sebagai bagian daripada demokrasi," ucapnya.

(nvl/idh)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads