"Tadi kita juga dapat informasi terkait kasus yang lain, PN Jaksel menolak praperadilan yang diajukan Asrun, salah satu tersangka yang kita proses, berarti ini penyidikannya sah," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan (24/4/2018).
"Setelah putusan ini karena tidak ada upaya hukum lain terhadap putusan, tentu kami akan melanjutkan penyidikan ini, baik kepada tersangka maupun pihak lain," imbuhnya.
Febri mengatakan penyidik segera melimpahkan berkas tersangka pemberi suap ke Asrun, yakni Dirut PT SBN Hasmun Hamzah.
"Untuk pihak yang diduga sebagai pemberi dalam waktu dekat kemungkinan minggu ini atau minggu depan kita akan lakukan pelimpahan ke tingkat penuntutan sehingga bisa dibawa ke persidangan dalam waktu dekat. Satu orang tersangka H," jelas Febri.
Hakim menolak praperadilan yang diajukan Asrun dan menegaskan penetapan tersangka yang dilakukan KPK sah. Putusan ini dibacakan hakim praperadilan Agus Widodo di PN Jaksel, siang tadi.
Asrun sebelumnya mengajukan gugatan praperadilan karena menganggap penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. Penahanan oleh KPK juga dinilai tidak sah.
KPK menangkap Asrun bersama putranya, Adriatma Dwi Putra, yang menjabat Wali Kota Kendari. KPK menyebut Adriatma meminta suap kepada rekanan proyek di Kendari untuk kepentingan kampanye ayahnya.
Dana bantuan kampanye dimintakan kepada Dirut PT SBN Hasmun Hamzah. PT SBN, disebut KPK, merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Pada Januari 2018, PT SBN juga memenangi lelang proyek jalan Bungkutoko-Kendari New Port senilai Rp 60 miliar.
Hasmun lalu memenuhi permintaan itu dengan menyediakan uang total Rp 2,8 miliar. KPK kemudian menetapkan ketiganya beserta mantan Kepala BKSAD Kendari Fatmawati Faqih sebagai tersangka. Peran Fatmawati ini diungkap sebagai orang kepercayaan Asrun yang menjalin komunikasi dengan pengusaha. (ams/fdn)