"Kalau apakah nanti vonis maksimal atau tidak, kami tidak tahu karena hakim yang tahu soal itu dan itu kewenangan hakim. Harapan KPK, tentu saja vonisnya maksimal, jadi dihukum seberat-beratnya," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (19/4/2018).
Harapan itu dilandasi keyakinan KPK yang telah mengajukan bukti serta membeberkan rangkaian peristiwa dalam kasus e-KTP ini. Bahkan KPK menyebut peran mantan Ketua DPR itu lebih signifikan daripada tiga terdakwa sebelumnya, yaitu Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai perbandingan, Irman dan Sugiharto divonis masing-masing 7 dan 5 tahun penjara di tingkat Pengadilan Tipikor dan banding pengadilan tinggi. Namun, terakhir kali, hukuman keduanya diperberat di tingkat kasasi Mahkamah Agung menjadi 15 tahun masing-masing.
Sementara itu, Andi divonis 8 tahun di Pengadilan Tipikor, lalu ditingkatkan menjadi 11 tahun di tingkat banding pengadilan tinggi.
"Tapi sekali lagi, vonis itu adalah kewenangan hakim, tentu tidak tepat kalau KPK terlalu jauh bicara tentang itu," kata Febri.
Sebelumnya, jaksa menuntut Novanto hukuman pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tak hanya itu, Novanto diminta membayar uang pengganti sekitar USD 7,4 juta dikurangi pengembalian uang Rp 5 miliar yang telah diterima KPK serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun.
Jaksa meyakini USD 7,3 juta dari proyek e-KTP ditujukan untuk Novanto meskipun secara fisik uang itu tidak diterima Novanto. Keyakinan ini, menurut jaksa, bersumber pada kesesuaian saksi serta rekaman hasil sadapan.
Novanto, ditegaskan jaksa, terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket e-KTP. Novanto disebut menyalahgunakan kesempatan dan sarana karena kedudukannya sebagai anggota DPR dan Ketua Fraksi Golkar saat itu memiliki hubungan kedekatan dengan Andi Narogong. (nif/dhn)