"Hal yang menjadi perhatian juga adalah terkait dengan aspek kerugian keuangan negara, khususnya yang berhubungan dengan kerugian lingkungan hidup. Itu yang juga akan diargumentasikan dalam memori banding yang disampaikan ke pengadilan tinggi tersebut," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).
Dalam banding yang diajukan Selasa (3/4) itu, KPK juga mengajukan poin soal pasal pembuktian di kasus Nur Alam. "Jadi JPU (jaksa penuntut umum) berfokus pada pasal 2, dan majelis memutus menggunakan pasal 3," kata Febri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan terkait dengan putusan pidana yang kami pandang masih cukup ringan dibanding tuntutan jaksa 18 tahun, dan vonisnya lebih ringan dari itu (12 tahun). Itu juga akan kami sampaikan poin-poin keberatannya pada memori banding nanti," ujar Febri.
Nur Alam lebih dulu memutuskan mengajukan banding terkait hakim yang memvonisnya dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar serta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dikenai pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun dan diminta membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar.
Hakim menilai Nur Alam menyalahgunakan jabatannya sebagai Gubernur Sultra dan memperkaya diri sendiri dari uang yang didapat dari pengurusan izin pertambangan. Uang itu digunakan Nur Alam untuk membeli rumah dan mobil BMW Z4 atas nama Ridho Isana selaku staf protokoler Pemprov Sultra di Jakarta.
Namun, dalam vonis itu, majelis hakim mengesampingkan tuntutan soal kerugian ekologis terhadap terdakwa sebesar Rp 2,7 triliun sehingga hanya menetapkan Rp 1,5 triliun sebagai angka kerugian negara. (nif/dhn)