Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Sjarifuddin Hasan (Syarif Hasan) menyatakan kritikan harus dilandasi data statistik. "Kalau tidak pakai data, namanya ngawur," kata Syarif kepada detikcom, Senin (16/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemiskinan dari 17% turun menjadi 10,9%. Ini data BPS (Badan Pusat Statistik)," ujar Syarif.
Dia mengamati, ada peningkatan angka kemiskinan di awal pemerintahan Presiden Jokowi. Namun kemudian angka itu mengalami penurunan.
"Sekarang sudah turun sedikit, sedikit sekali," kata Syarif.
Dia juga menyebut ada kelesuan daya beli dari masyarakat. Pertumbuhan ekonomi juga dinilainya masih rendah, meski dia menyatakan barangkali Jokowi juga sudah berusaha.
"Mungkin sudah berusaha, tapi karena pertumbuhan ekonomi rendah, jadinya angka kemiskinan tidak turun-turun secara signifikan," kata Syarif.
Sebelumnya, Eggi yang merupakan Wakil Koordinator Nasional Gerakan Indonesia Salat Subuh (GIS) ini memberikan ceramah soal presiden membuat rakyat semakin miskin lantaran sumber daya alam di Indonesia sudah dikuasai oleh asing. Menurut Eggi, dengan kondisi seperti yang ia sebutkan itu, jangan sampai salah pilih seorang pemimpin.
"Nah kalau presiden buat kita miskin jangan pilih presiden yang nggak bener. Maka ada gerakan 2019 ganti presiden, kalau tidak membuat rakyat sejahtera," ujar Eggi saat memberi tausiah setelah mengikuti GIS berjemaah di Masjid Dzarratul Muthmainnah, Tangerang Selatan, Minggu (15/4).
Eggi kemudian menjelaskan bahwa sasaran kritikan yang ia maksud merujuk ke semua presiden yang menjabat di Indonesia, termasuk Jokowi. Eggi lalu berbicara mengenai fenomena kemiskinan yang ada di masyarakat. Menurut Eggi, yang terjadi saat ini adalah kemiskinan struktural.
"Dan Presiden itu jangan sensitif cuma Jokowi. Dari Sukarno sampai Jokowi. Itu yang saya maksud Presiden. Pemahaman saya ini didasarkan pada pemikiran hukum berbasis teori ekonomi kemiskinan struktural," kata Eggi.
(dnu/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini