Penandatanganan perjanjian kerja sama antara pemerintah Aceh dan Kemenkum HAM Aceh tentang Pelaksanaan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayah ini digelar di Gedung Amel, Banda Aceh, Kamis (12/4/2018). Perjanjian ini ditekan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Aceh Yuspahruddin.
Dalam nota perjanjian ini, terdapat beberapa pasal. Pada pasal tiga tentang pelaksanaan kegiatan, pihak pertama, yaitu Gubernur Aceh, dalam salah satu poin mengatakan melaksanakan uqubat cambuk di lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan negara/cabang rumah tahanan negara di wilayah Aceh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada poin selanjutnya disebutkan bersedia mengikuti prosedur operasional standar dan tata tertib peraturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan/rutan/cabang rutan. Selain itu, pada salah satu poin juga diungkapkan menjamin ketersediaan sarana dan prasarana terkait pelaksanaan uqubat cambuk pada lembaga pemasyarakatan/rutan/cabang rutan di seluruh wilayah Aceh.
Sementara itu, pihak kedua, yaitu Kemenkum HAM, pada poin ketiga menyatakan bersedia memberikan tempat untuk pelaksanaan uqubat cambuk di LP/rutan/cabang rutan negara di wilayah Aceh. Sedangkan pada poin empat dijelaskan, dalam hal pelaksanaan uqubat cambuk sebagaimana dimaksud dalam angka tiga tidak memenuhi standar pelaksanaannya, maka dapat dipindahkan ke LP/rutan/cabang rutan terdekat.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan hukuman cambuk yang digelar di LP juga dapat ditonton oleh masyarakat, tapi tergantung kapasitas penjara. Alasan pemindahan lokasi cambuk ini dari sebelumnya di halaman masjid ke LP agar tidak lagi disaksikan oleh anak kecil saat proses eksekusi berlangsung.
"Yang kita lakukan dengan melaksanakan hukuman di penjara bisa disaksikan oleh masyarakat tergantung kapasitas penjara. Tetapi tidak bisa dilihat oleh anak kecil, tidak bisa bawa HP, kamera," kata Irwandi kepada wartawan.
Menurut Irwandi, lokasi cambuk tetap dilakukan di lokasi terbuka tapi dilokalisasi. Hal ini juga untuk mencegah warga menyebarkan video atau foto saat pelaksanaan hukuman cambuk digelar.
"Coba bayangkan sebuah hukuman disaksikan oleh anak kecil, kemudian timbul keriaan tepuk tangan sorak-sorakan, apakah seperti itu dianjurkan. Kemudian bagaimana yang dihukum divideokan kemudian dimasukkan ke dalam YouTube. Sekali dia dihukum, seumur hidup dengan dampak image itu, misalnya suatu hari dia menjadi tokoh masyarakat," jelas Irwandi. (asp/asp)











































