"Pagi-pagi saya pergi ke Mabes Polri untuk persiapan Idul Adha, malam pulang ke mes langsung tidur. Tahu-tahu ada yang ketok-ketok, kasih tahu dari KPK," ujar Tonny saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018).
Tonny mengaku sudah mempunyai firasat akan diciduk KPK. Sebab, salah satu petugas KPK berkeliling di mes tersebut sedang berbicara melalui telepon.
"Sehari sebelumnya saya berangkat ada mobil Mitsubishi terus ada cewek turun naik turun tangga sambil pegang telepon, ternyata orang KPK," tutur Tonny.
Saat datang ke mes, petugas KPK menanyakan uang yang diberikan mantan Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan. Mereka juga disebut Antonius menggeledah tas ransel yang berada di kamarnya.
"Mereka sangat profesional. Pertama KPK tanya Pak Tony mana uang dari Yongki Rp 5 juta, saya bilang itu saya transfer untuk keponakan saya kuliah. Saya bilang ada ATM dari Yongki, terus tanya itu ada tas isinya apa? Saya jawab uang silakan diperiksa ada di kamar," jelas Tonny.
Tonny menyebutkan tas ransel yang berada di kamarnya berjumlah 33 buah. Tas ransel itu berisi uang dan bahan presentasi Dirjen Hubla. Dia mengaku kaget ada uang sekitar Rp 20 miliar di ransel tersebut.
"Uang di tas ransel tidak pernah saya hitung. Waktu itu KPK pernah hitung sekitar Rp 20 miliar, saya kaget juga. Kalau begitu saya beli rumah di Pondok Indah," jelas dia.
Tujuan Tonny menyimpan tas ransel itu di kamar lantaran ruang lain untuk menyimpan keris dan tombak. Selama menerima uang itu, Tonny menjabat Direktur Pelabuhan hingga Dirjen Hubla.
"Saya itu nggak kepikiran mau jadi orang kaya. Di situ (tas ransel) ada juga uang dari wali murid, istri saya kan guru, wali kelas. Tapi saya nggak tahu yang mana karena sudah kecampur. Dari kadis juga ada masih di amplop," tuturnya.
Dalam perkara ini, Tonny didakwa menerima suap Rp 2,3 miliar. Duit suap itu berkaitan dengan sejumlah proyek Kemenhub.
Suap itu diberikan oleh Adi Putra Kurniawan (mantan Komisaris PT Adhiguna Keruktama), yang telah disidang sebelumnya. Duit itu berkaitan dengan proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, pada 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda, Kalimantan Timur, pada 2016. Selain itu, ada sejumlah proyek lainnya yang berkaitan dengan suap itu.
Uang suap itu diberikan melalui kartu ATM. Adi Putra disebut memiliki banyak kartu ATM untuk kepentingan suap tersebut, tetapi dengan nama lain di antaranya Yongki Gold Wing dan Yeyen. (fai/fdn)