"Tentunya kami dari Polri, kami tahu bahwa kemarin ada yang melapor. Kewajiban kami adalah melakukan penyelidikan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (4/4/2018).
Setyo menjelaskan penyidik sedang mengumpulkan barang bukti dan keterangan. Dari situ, akan dapat dilihat ada atau tidaknya unsur pidana dalam puisi Sukamwati berjudul 'Ibu Indonesia' itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setyo kemudian menjelaskan peluang restorative justice atau pendekatan win-win solution dalam perkara ini.
"Tindak lanjut ada beberapa hal yaitu kami lihat perkembangan, apa ini bisa masuk dalam proses restorative justice istilah kita, dari beberapa pihak yang bisa diselesaikan perkaranya tanpa masuk pengadilan," jelas Setyo.
Jika perkara memang harus diselesaikan di pengadilan, lanjutnya, polisi akan memproses laporan ini sesuai ketentuan. "Tapi kalau memang harus di pengadilan, kami proses sesuai aturan yang berlaku," tutur dia.
Sukmawati dilaporkan oleh Denny Andrian Kusdayat. Dia mengatakan dasar pelaporan tersebut karena Sukmawati membandingkan syariat islam dengan sari konde. Padahal menurutnya kedua hal tersebut tak bisa dibandingkan sama sekali.
Laporan Denny tertuang dalam nomor laporan TBL//1782/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 3 April 2018. Perkara yang dilaporkan adalah dugaan tindak pidana penistaan agama dengan pasal 156 A KUHP dan atau pasal 16 UU No 14 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Selain oleh Denny, Sukmawati juga dilaporkan oleh Ketua DPP Hanura Amron Asyhari. Dia melaporkan kasus ini bukan atas nama institusi partai melainkan secara personal.
Laporan Amron tertuang dalam laporan polisi bernomor TBL/1785/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 3 April 2017. Perkara yang dilaporkan adalah dugaan tindak pidana penistaan agama dengan pasal 156 A KUHP.
Sementara, Sukmawati menjelaskan, puisinya itu tak bermaksud menyinggung masalah SARA. Namun, merupakan intepretasi seorang budayawan semata.
"Lho Itu suatu realita, ini tentang Indonesia. Saya ga ada SARA-nya. Di dalam puisi itu, saya mengarang cerita. Mengarang puisi itu seperti mengarang cerita. Saya budayawati, saya menyelami bagaimana pikiran dari rakyat di beberapa daerah yang memang tidak mengerti syariat Islam seperti di Indonesia Timur, di Bali dan daerah lain," kata Sukmawati ketika dikonfirmasi, Senin (2/4).
(aud/idh)











































