Hal itu terungkap dari kesaksian seorang pegawai bank dari kantor cabang di Samarinda bernama Refky dalam persidangan. Refky menyebut Rita merupakan nasabah prioritas di bank tersebut.
Refky mengaku menandatangani bukti setor tersebut atas izin Rita. Namun, menurutnya, hal itu tidak lazim dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah itu lazim Anda lakukan tanda tangan penyetoran?" tanya jaksa KPK kepada Refky.
"Sebenarnya tidak lazim karena mungkin kesibukan Bu Rita," tutur Refky.
Menurut jaksa, ada 63 kali penyetoran yang dilakukan secara tunai. Jaksa juga menanyakan tentang sumber uang yang disetorkan Rita, tapi Refky mengaku tidak berani menanyakannya.
"Setoran rincian terkait tanggal penyetoran jumlah setor. BAP nomor 13, ada itu Ibrahim setor Rp 700 juta, dan Neni. Ada 63 transaksi," kata jaksa yang diiyakan Refky.
"Ini uang dari mana? Anda tanya nggak?" tanya jaksa.
"Saya tidak berani menanyakan karena ini nasabah prioritas. Sebenarnya wajib menanyakan. Saya sungkan tadi takutnya merembet, takut nasabah komplain," ujar Refky.
Dalam perkara ini, Rita didakwa menerima uang gratifikasi Rp 469.465.440.000 terkait perizinan proyek pada dinas Pemkab Kukar. Gratifikasi itu diterima melalui Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin, yang juga tim 11 pemenangan Bupati Rita.
Rita juga didakwa menerima uang suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima alias Abun. Uang suap tersebut terkait pemberian izin lokasi perkebunan sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kukar. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini