Juhdi, ayah dari Kudroni mengatakan, anaknya terpaksa dipasung 12 tahun lalu karena mengalami perubahan mental. Ia dulu pernah bekerja di pasar ikan di Jakarta. Begitu pulang kampung, mentalnya berubah dan sering mengamuk.
Bahkan, anaknya tersebut sudah tidak mengenal nama-nama anggota keluarga. Barang-barang di rumah dihancurkan dan kaca jendela dipecahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena sering mengamuk itulah keluarga memasung Kudroni di belakang rumah. Beberapa kali pasung di kakinya dilepas, namun ia kembali mengamuk.
Keluarga kemudian berusaha menyembuhkan Kudroni dengan cara alternatif. Pernah dibawa ke dukun untuk pengobatan alternatif. Bahkan dibawa ke rumah sakit jiwa di Grogol belasan tahun lalu pun tak juga kunjung sembuh.
"Obat-obatan yang pernah didapat pun dibakar," ujarnya.
Karena lelah, keluarga kemudian pasrah. Kudroni kemudian tetap dipasung di belakang rumah dekat SDN Seuat. Pasokan makanan diberikan seadanya. Apalagi, menurut Juhdi ia sudah cukup tua untuk sekedar kerja sebagai kuli bangunan.
Jubaedah, ibu dari Kudroni bercerita, pihak Puskesmas Petir menurutnya pernah datang untuk memberikan pengobatan. Disuntik dan diberi obat agar anaknya tenang.
"Kamari aya ketua kader jadi kadie, disuntik dipasihan obat (Kemarin ada ketua kader, diberi suntikan dan dikasih obat," katanya.
Kedatangan dari pihak puskesmas menurutnya baru sekali itu. Karena sebelumnya, keluarga belum pernah mendapatkan bantuan.
Keluarga pun sekarang menurutnya pasrah. Kesembuhan Kudroni ditanggung oleh nasib. Paling-paling, keluarga dalam waktu dekat akan membawa anak ke dukun.
"Biaya nggak punya. Modal kitu mah ja engges kabeakan, pasrah bae paling ke dukun tea (Modal sudah habis, pasrah aja paling dibawa ke dukun)," kata Juhdi menambahkan. (bri/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini