Menurut Fadli, ini belajar dari pengalaman Pilkada 2017. Dia menyebut isu sensitif, termasuk SARA, dapat menimbulkan kegaduhan.
"Seharusnya semua yang berbau perbedaan itu tidak bolehlah dijadikan sebagai (sarana) menyudutkan orang lain. Apalagi yang sensitif, seperti persoalan agama, suku, dan sebagainya. Itu kan sangat sensitif," kata Fadli di TPU Karet Bivak, Jl Karet Pasar Baru Barat, Jakarta Pusat, Senin (2/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi sebaiknya kita menghindari hal-hal yang seperti itu. Kita sudah lihat akibatnya seperti di dalam kasus Pilkada Jakarta. Itu kan bagaimana reaksi dari umat Islam. Kita berharap tidak ada hal-hal yang seperti itu yang menyinggung," imbuhnya.
Fadli menyebut lebih baik Sukmawati mengoreksi puisi tersebut karena menyinggung tentang syariat Islam. Ia khawatir akan menimbulkan kegaduhan baru.
"Saya belum mendengarkan secara langsung, tapi kalau misalkan itu dianggap menyinggung, lebih baik dikoreksilah. Karena itu secara spesifik membicarakan tentang syariat Islam. Sementara orang yang berpendapat soal syariat Islam di Indonesia ini ada yang tentu saja sangat pro, yang pro pun derajatnya berbeda-beda," kata Fadli.
Ia mengatakan umat Islam telah sepakat merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Karena itu, kata Fadli, jangan lagi diungkit hal-hal yang sensitif.
"Mestinya kalau mengangkat-angkat yang seperti itu kan akan menimbulkan satu kegaduhan baru. Apalagi menyangkut syariat Islam. Ini membuka suatu wacana baru atau apa," beber Waketum Gerindra itu.
"Kan umat Islam di Indonesia sendiri sudah jelas setuju, tokoh-tokoh umat Islam yang dulu Panitia Sembilan yang ikut merumuskan Pancasila itu sudah setuju. Itu karya dari umat Islam sendiri, jadi jangan diungkit-ungkit lagi," imbuh Fadli.
Ia mengatakan, pada rumusan Piagam Jakarta, saat itu telah disepakati adanya Pancasila. Dengan begitu, Fadli mengimbau jangan lagi menyinggung isu sensitif yang bisa menimbulkan kegaduhan baru.
"Jadi Piagam Jakarta itu adalah bagian dari konstitusi kita. Saya kira itu adalah bagian dari sejarah yang disepakati pancasila seperti kita pahami sekarang. Jadi jangan diungkit-ungkit persoalan lama yang sudah selesai. Nanti menimbulkan kegaduhan baru," sebutnya.
Sebelumnya diberitakan, puisi Sukmawati dibawakan dalam acara '29 Tahun Anne Avantie Berkarya' di Indonesia Fashion Week 2018. Video pembacaan puisi itu lalu beredar dan ramai dibahas.
Salah satu yang mempersoalkan puisi itu adalah pengurus Persaudaraan Alumni 212, Kapitra Ampera. Menurut Kapitra, Sukmawati tidak seharusnya membanding-bandingkan azan dengan kidung Pancasila. Sukmawati sudah angkat bicara soal ini.
"Saya nggak ada SARA-nya. Di dalam saya mengarang puisi. Saya sebagai budayawati berperan bukan hanya sebagai Sukmawati saja, namun saya menyelami, menghayati khususnya ibu-ibu di beberapa daerah. Ada yang banyak tidak mengerti syariat Islam, seperti di Indonesia timur di Bali dan daerah lain," kata Sukmawati saat dihubungi terpisah. (yld/elz)











































