Menurut Umar, regulasi yang ada pada trasnportasi online dapat mengakomodir permasalahan angkutan online. Sehingga, tidak perlu melakukan revisi undang-undang.
"Dengan Regulasi yang ada, maka terkait masalah transportasi online sudah di akomodir dalam menerapkan dan mengatasi permasalahan transportasi online di Sulsel sehingga tak perlu dilakukan perubahan undang-undang," kata Umar saat hadir di seminar tentang transportasi angkutan umum online di Sheraton Hotel Makassar, Jalan Landak, Kamis (29/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang jelas UU Nomor 22 tahun 2009 tidak perlu direvisi atau dirubah hanya karena angkutan online. Jika PM (peraturan menteri) nomor 108 dirasa belum mengakomodir karena hanya sektor Kemenhub, bisa ditingkatkan ke Perpres dengan sektor lain seperti Kominfo, Kemendag dan lainnya yang di dalamnya," tutur Abdul.
Serupa dengan Abdul, pengamat transportasi, Profesor Lambang Basri Said menilai bahwa hadirnya transportasi online menciptakan fenomena di masyarakat. Ia menilai, regulasi yang belum jelas membuat pengemudi transportasi online kerap berseteru dengan transportasi konvensional.
"Tak ada regulasi yang jelas. Para pengemudi ojek online pernah berdemo menuntut pemerintah merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan supaya keberadaan mereka diakui," papar Lambang di kesempatan yang sama.
Seminar tersebut diikuti oleh sejumlah stakeholder mulai dari akademisi, Mahasiswa, hingga Pelajar. Turut hadir pada kesempatan itu Dirlantas Polda Sulsel Kombes Pol Agus Wijayanto beserta jajarannya, pakar teknologi informasi Suryadi Pakar, Andi Muin Fahmal (dari Universitas Hasanudin Makassar), dan Nurhasan Ismail (dari Universitas Gajah Mada).
(yas/yas)











































