Greget Jaksa Agung Tak Bisa Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Greget Jaksa Agung Tak Bisa Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Muhammad Taufiqqurahman - detikNews
Kamis, 29 Mar 2018 08:57 WIB
Foto: Ilustrator Mindra Purnomo
Jakarta - Indonesia darurat Narkoba! adalah slogan yang terus dikumandangkan para penegak hukum, pemerintah, dan para aktivisantinarkoba soal kondisi Indonesia saat ini. Darurat narkoba ini semakin ramai dibicarakan setelah belum adanya kepastian soal eksekusi terhadap terpidana mati gembong narkoba.

Bukan hanya masyarakat yang gemas melihat belum adanya tanda-tandanya eksekusi mati tersebut, Jaksa Agung M Prasetyo juga mengungkapkan rasa 'greget' itu.

[Gambas:Video 20detik]



Rasa 'greget' Prasetyo ini muncul karena para terpidana mati dari kasus narkoba menggunakan berbagai celah hukum untuk lolos dari para eksekutor. Celah-celah hukum yang digunakan adalah dengan menggunakan sistem Peninjauan Kembali (PK) atau permintaan Grasi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam sebuah putusan di MK melalui putusan Nomor 107/PUU-XIII/2015 pada Juni 2016, diputuskan menganulir batas waktu pengajuan grasi selama satu tahun usai putusan tetap.

"Mereka begitu mengulur waktu dengan cara seperti itu, memanfaatkan dengan putusan dinamika perkembangan hukum yang ada. Ketika mau dieksekusi, ya masih mengajukan PK atau grasi," ujar dia.

"Kapan PK diajukan? Kapan grasi diajukan? Itu tidak ada lagi batasan waktunya, itu persoalannya," terang Prasetyo.

Dalam catatan M Prasetyo, selama dirinya memimpin wilayah 'Gedung Bundar', pihaknya telah melakukan eksekusi mati terhadap 18 orang. Angka itu dianggap Prasetyo sebagai bentuk pembuktian dirinya tidak main-main soal eksekusi mati.

Maka selanjutnya, lanjut Prasetyo, akan ada belasan orang lagi yang akan menunggu untuk eksekusi mati. "Jangan dipikir kita tidak akan melaksanakan, untuk putusan hukuman mati yang sudah incracht dan urusan telah terpenuhi kita laksanakan," katanya.


Berdasarkan catatan detikcom, salah satu kasus penyelundupan sabu dalam jumlah besar terjadi pada 2014 lalu. Kala itu, Wong Chi Ping, membawa sabu hampir 1 ton. Setelah menjalani proses hukum selama 2 tahun, berikut hukuman yang dijatuhkan kepada kelompok Wong Chi Ping:

1. Wong Chi Ping dihukum mati.
2. Ahmad Salim Wijaya dihukum mati.
3. Cheung Hon Ming dihukum mati.
4. Siu Cheuk Fung dihukum seumur hidup.
5. Tan See Ting dihukum seumur hidup.
6. Tam Siu Liung dihukum seumur hidup.
7. Sujardi dihukum 20 tahun penjara.
8. Syarifuddin divonis 18 tahun penjara.
9. Andika divonis 15 tahun penjara.

Namun, hingga Februari 2018, belum ada nama-nama yang disebutkan di atas mendapatkan eksekusi mati.

Mantan kepala BNN Komjen Budi Waseso (Buwas) pun pernah menggungkapkan kegeramannya soal narkoba ini. Kegeraman Buwas dicurahkan ketika mengungkap sindikat 110 kg sabu. Buwas menjelaskan sindikat ini diatur oleh Togiman alias Toge, yang merupakan mafia narkoba yang sudah divonis mati. Namun Buwas kesal karena Toge sudah divonis mati 2 kali tapi tak kunjung dieksekusi oleh regu tembak.

"Kalau ini lagi dihukum mati ketiga, ini hebatnya Indonesia, hukuman mati tapi orangnya tidak mati-mati," ujar Buwas pada Februari 2018 lalu.

(tfq/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads