![]() |
Di sebuah rumah milik Muhammad Yusri Yusuf di Kelurahan Allepolea, Kecamatan Lau, Maros, tak kurang dari sepuluh seniman membuat berbagai alat musik tradisional, seperti kecapi atau kacaping, gambus, dan keso-keso. Tak hanya membuat, mereka pun sangat piawai memainkannya.
Bengkel pembuatan alat musik tradisional ini sudah berusia lebih dari 20 tahun. Sudah ribuan alat musik yang dibuat oleh tangan terampil mereka. Bahkan karya-karya mereka banyak dipesan khusus dari mancanegara, seperti Eropa dan Amerika.
"Sudah 20 tahunan kita buat bengkel ini untuk melestarikan budaya dan tradisi Bugis Makassar. Bagi saya dan teman-teman, uang itu nomor sekian, kami selalu mengutamakan kepuasan dari sebuah karya seni," kata Yusri saat dijumpai, Selasa (27/3/2018).
![]() |
Untuk memastikan karya mereka itu memenuhi standar, jenis kayu yang digunakan tidak sembarangan. Kayu itu tidak mudah retak dan tahan lama agar menghasilkan kualitas suara yang terbaik. Karena proses pembuatannya 100 persen menggunakan tangan, satu buah kecapi bisa dikerjakan minimal tiga hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lulusan Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta tahun 1980-an ini awalnya mendapat cibiran saat ia membuat bengkel pembuatan alat musik itu. Selain karena alat musik ini sudah mulai dilupakan, pemain kecapi sudah sangat langka dijumpai di Maros. Namun ia tak putus asa. Di benaknya hanya satu, warisan budaya ini harus ada yang menjaga.
"Saya belajar otodidak saja, pertama saya bedah kecapi yang sudah jadi lalu saya pelajari. Awal-awal banyak yang gagal, tapi lambat laun akhirnya dapat juga cara membuatnya. Waktu itu saya hanya berpikir, budaya kita tidak boleh luntur," paparnya.
Selama hampir 7 tahun berdiri, usahanya itu nyaris tidak dilirik. Bahkan satu per satu anggotanya terpaksa angkat kaki. Ia tak menyerah dan terus memperkenalkan alat musik dawai itu ke anak-anak muda di sekitarnya yang kadung senang memainkan gitar dan nyanyian kekinian. Baginya, kecapi bukan sekadar alat, tapi lebih merupakan pesan moril.
"Kecapi khas Makassar yang berbentuk perahu pinisi sangat jelas melambangkan identitas kesukuan. Orang Bugis dan Makassar sejak dulu dikenal sebagai pelaut ulung yang diakui. Identitas inilah yang menjadi pesan dalam fisik kecapi. Belum lagi syairnya yang banyak bersumber dari tulisan kuno, semua sarat dengan pesan moral," imbuhnya.
Beberapa tahun terakhir, karya Yusri bak mutiara yang dicari seiring perkembangan sektor pariwisata. Tak hanya turis mancanegara, beberapa sekolah yang telah memasukkan kesenian daerah sebagai salah satu ekstrakurikuler bagi siswanya juga memesan alat musik ini ke Yusri dalam jumlah yang cukup besar.
Tak hanya alat musiknya yang tenar, beberapa anggotanya yang piawai memetik dawai kecapi dan alat musik lainnya juga sudah menjadi tamu istimewa di beberapa acara. Anak-anak didiknya di berbagai sekolah juga terkadang menjadi pengisi acara atau penyambut tamu penting yang datang di Maros. (asp/asp)