Badan pesawat yang ditaruh di atas ketinggian sekitar tiga meter ini menjadi salah satu objek wisata di kawasan Blang Padang. Lokasi ini selalu ramai warga yang berolahraga pada sore hari. Di bawah pesawat, terpasang keramik yang bersih. Pemandangan ini memang kontras dengan kondisi pesawat.
Selain itu, di bawah pesawat juga ditaruh sebuah batu monumen yang bertuliskan sejarah singkat pesawat yang dibeli dari hasil patungan masyarakat Aceh Tersebut. Replika pesawat itu sendiri dibuat pada 29 Juli 1984. Isi monumen itu:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di bawahnya, tertulis Banda Aceh 29 Juli 1984 dan diteken oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Sukardi dan Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Aceh H. Hadi Thajeb. Di samping tulisan dan tanda tangan ini juga dibuat garis semacam bingkai.
Pesawat Dakota RI 001 Seulawah dibeli setelah warga Aceh mengumpulkan uang secara patungan. Saksi hidup saat masyarakat Tanah Rencong ikut patungan salah satunya adalah Nyak Sandang (91) kakek asal Aceh Jaya. Kakek Sandang berkisah, ajakan untuk membeli pesawat muncul setelah Gubernur Aceh dan Gubernur Militer waktu itu Abu Daud Beureueh berceramah di halaman masjid di Calang, Aceh Jaya, Aceh.
Semua masyarakat kala itu dengan suka cita datang ke lokasi untuk mendengar pidato orang nomor satu di Tanah Rencong. Dalam pidatonya yang menggebu-gebu, Daud membakar semangat warga dan mengungkapkan Indonesia merupakan negara milik rakyat.
Daud menyampaikan pasca kemerdekaan, Indonesia membutuhkan pesawat agar mudah berhubungan dengan negara luar. Pasalnya, negara yang merdeka dari penjajah pada 1945 ini termasuk negara kaya raya. Hubungan dengan luar negeri sangat diperlukan.
Kakek Sandang masih ingat betul ketika dirinya menghadiri ceramah tersebut. Pada awal pidato, Daud mengungkapkan pertemuan Presiden Soekarno dengan dirinya di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh. Usai pidato, seluruh ulama di Aceh Jaya dikumpulkan. Daud Beureueh bermusyawarah dengan ulama cara mengumpulkan uang untuk membeli pesawat.
"Di sini ada satu ulama yang sangat terkenal yaitu Abu Sabang (Muhammad Idarus). Warga di sini, semua dengar apa yang dibilang sama Abu Sabang. Kalau Abu bilang kita kumpulkan uang untuk beli pesawat, semua ikut menyumbang," kata Sandang saat ditemui di rumahnya di Desa Lhuet, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya, Aceh, Selasa (6/7/2018).
Kala itu, usia Kakek Sandang masih 23 tahun. Untuk menyumbang, Kakek Sandang dan ayahnya menjual sepetak tanah seharga Rp 100 dan semua disumbang untuk beli pesawat. Sebagai bukti sudah menyerahkan uang, Kakek Sandang diberi obligasi. Daud Beureueh waktu itu sempat berjanji dalam waktu 40 tahun masyarakat akan mendapat hadiah atau imbalan.
"Waktu itu saya bantu negara yang sudah kita pegang. Ini satu kebanggaan bagi saya bisa bantu negara. Saya ikhlas membantu. Tidak mengharap apa-apa. Kami waktu itu membantu tanpa adanya paksaan," jelas kakek Sandang yang hingga kini belum pernah naik pesawat. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini