Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh menggelar doa bersama untuk Muhammad Zaini Misrin, TKI asal Madura yang dihukum pancung oleh pemerintah Arab Saudi. Dalam kesempatan ini, Duta Besar RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel meminta maaf ke pihak keluarga Zaini karena tidak berhasil membawa Zaini berkumpul bersama keluarga di Tanah Air.
Doa bersama tersebut digelar di Aula KBRI Riyadh di Kompleks Diplomatic Quarter, Jumat (23/3). Acara ini dihadiri oleh tokoh masyarakat, LSM, keluarga besar KBRI Riyadh, serta ratusan masyarakat Indonesia. Hadir juga kerabat dan keluarga dekat Zaini Misrin yang tinggal di Riyadh.
Maftuh mengatakan, acara tahlil dipimpin oleh tokoh Madura yang juga sahabat dekat Zaini Misrin yaitu KH Abdul Malik an-Namiri. Malik An-Namiri ini juga tercatat sebagai asisten Mufti Kerajaan Arab Saudi, Syeikh Saleh al-Fauzan.
Dalam kesempatan itu, Maftuh memohon maaf atas ketidakmampuannya membawa pulang Zaini Misrin ke Madura untuk berkumpul dengan kedua putranya di Bangkalan. Dia juga menceritakan kenangan-kenangan bersama Zaini sejak bertugas di Saudi Maret 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maftuh menegaskan, belajar dari kasus Zaini ini, maka KBRI harus lebih serius dan peduli dalam melayani dan menghadirkan negara di tengah-tengah para expatriat Indonesia di Saudi. "Diplomat KBRI harus lebih bisa mengaplikasikan jargon 'kita datang untuk melayani, bukan untuk dilayani'," kata Agus yang juga alumni Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen ini.
Selain doa bersama, acara ini juga diisi dengan kegiatan penyuluhan hukum yang diberikan oleh Atase Hukum KBRI, Muhibuddin. Maftuh menyebut Muhibuddin expert dalam menangani kasus-kasus hukum di Saudi untuk memberikan penyuluhan hukum.
Baca juga: Dubes Saudi Bicara Soal Hukuman Mati Zaini |
"Atase inilah, di tahun 2015 banyak terlibat dalam pembebasan WNI Satinah, warga Kalisidi Ungaran dari vonis mati," katanya.
Dalam penyuluhan hukum ini, Muhibuddin menjelaskan tentang hak-hak hukum WNI dan memaparkan singkat tentang KUHP dan KUHAP Saudi Arabia. Muhibuddin juga memberikan warning agar para ekspatriat Indonesia di Saudi mematuhi aturan dan perundangan yang berlaku di Saudi lebih-lebih bulan-bulan ini Saudi sedang melakukan operasi besar-besaran terkait dokumen iqamah (izin tinggal).
Muhibuddin juga memaparkan UU tentang IT dan berpesan agar para WNI tidak gampang mengupload ke media sosial materi yang dilarang di Kerajaan Arab Saudi. Atase Hukum kelahiran Aceh dan alumni Gontor tersebut menandaskan bahwa di pasal 7 Nidham Mukafahat Jarimah al-Ma'lumatiyyah (Undang-undang Pemberantasan Pidana IT) tersebut menjatuhkan hukuman berat maksimal 10 tahun penjara dan denda 5 juta Riyal atau sekira dengan Rp 17,5 miliar bagi pelanggar UU tersebut.
Setelah acara, di depan pintu gerbang KBRI sambil menyalami para WNI, Maftuh meminta maaf khusus kepada kerabat Zaini Misrin, Usman Muharrif. "Pak Usman, sampaikan salam saya untuk seluruh saudara dan kerabat Zaini Misrin dan sampaikan permintaan maaf saya kepada mereka dan saya usahakan takziyah ke Madura," kata Maftuh.