"Awal September, siang hari, saya didatangi ke kantor, saya sudah deg-degan 'mau ngomong apa ini si Farouk'. Rupanya dia mau menulis tentang proses rekruitmen (Akpol)," kata Arief dalam acara peluncuran bukunya di Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (24/3/2018).
Rasa deg-degan Arief bukan tak beralasan. Di mata Arief, Farouk Arnaz adalah wartawan senior di lingkungan Mabes Polri yang kerap melontarkan kritik-kritik tajam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi setiap bertanya itu merupakan fakta dan layak dipertanyakan. Kadang menusuk, tapi tusukan yang bagus," sambung dia.
Arief kembali pada cerita awal pembuatan buku, dirinya sempat bertanya mengapa Farouk Arnaz tertarik menulis soal proses rekruitmen Akpol. Dirinya khawatir Farouk menemukan kecatatan dalam proses penerimaan taruna Akpol.
"Lalu saya katakan, 'rekruitmen mana lagi yang salah? Semua sudah saya benahi'," ujar Arief.
Arief pun mengaku rasa deg-degan perlahan pudar setelah Farouk Arnaz menjelaskan pandangannya mengenai proses rekruitmen Akpol dan tujuannya menulis hal tersebut.
"Saya mengatakan silahkan menulis, tapi jangan tentang diri saya. Saya tugaskan Brigjen Benny untuk melayani apa yang diperlukan. Saya pesan ke Mas Farouk, jangan jual cerita tentang diri saya tapi juallah cerita perubahan-perubahan yang sudah di Polri," terang Arief.
Sebelum akhirnya memutuskan bersedia dibukukan pun, Arief menelururi rekam jejak Farouk di dunia kewartawanan.
Terakhir Arief meminta agar Farouk tetap menjadi wartawan yang krtis. "Kami tetap memerlukan kritik untuk berjalan di koridor yang benar," tutup dia. (aud/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini