KPK Harus Usut Nyanyian Novanto yang Seret Puan dan Pramono

KPK Harus Usut Nyanyian Novanto yang Seret Puan dan Pramono

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Sabtu, 24 Mar 2018 10:39 WIB
Peneliti ICW Emerson Yuntho yang meminta KPK usut nyanyian Novanto/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Setya Novanto 'bernyanyi' dalam persidangan dengan menyebut nama Puan Maharani dan Pramono Anung menerima aliran duit e-KTP. Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut KPK menelusuri benar tidaknya nyanyian Setya Novanto itu.

"Nama baru ini nggak bisa dipungkiri harus diproses. Melakukan investigasi atau penelusuran. Banar atau tidak, perlu dikejar KPK. Benar atau tidak Puan atau Pram menerima, itu perlu dikejar," ujar Peneliti ICW Emerson Yuntho dalam diskusi 'Nyanyi Ngeri Setnov' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (24/3/2018).

Terkait dengan nyanyian Novanto ini, Puan dan Pramono Anung sama-sama membantahnya. Puan mengatakan pengakuan tidak bisa dengan 'katanya-katanya'. Sedangkan Pramono siap dikonfrontasi dengan Novanto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Novanto didakwa menerima USD 7,3 juta. Apakah itu dinikmati seorang diri atau dibagi-bagikan, perlu ditelusuri. Emerson menekankan, dalam korupsi ini tidak ada yang disebut dengan partai oposisi.

"Dalam korupsi, nggak ada partai oposisi. Pasti rata pembagiannya. Makanya distribusi itu nampaknya mereka mencoba membuat semua pihak kecipratan. Misal kita bisa merujuk kenapa saya membantah ini nggak kenal namanya, 'ini saya oposisi kok, makanya nggak nerima,'" kata dia.

Ucapan ini merujuk pada tanggapan Puan Maharani yang menyebut tidak terlibat sebab posisi saat proyek e-KTP bergulir, partainya sebagai oposisi pemerintah. Emerson lalu mencontohkan dalam kasus korupsi KemenPUPR yang melibatkan Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti.

[Gambas:Video 20detik]




"Jadi kasus PUPR semua fraksi nerima, menurut Damayanti ya. Dalam konteks ini artinya tidak ada yang namanya oposisi tidak menerima," tutur Emerson.

Selain itu, dia juga menyoroti pengakuan Novanto soal aliran uang ke Rapimnas Golkar Rp 5 milir. Ini juga harus dibuktikan KPK.

"Ini harus ditelusuri. Ada 3 buket anggaran yang terima dan ada yang masuk ke Rapimnas Golkar. Walau selayaknya orang yang nerima, biasanya bantah, KPK tetap wajib mengejar bukti-bukti itu. Paling tidak, kalau ada bukti harus ditelusuri," tegasnya.

Namun, Emerson tidak ingin mengungkap seberapa besar prediksinya atas kebenaran ucapan Novanto. Dia kemudian membandingkan dengan 'nyanyian' M Nazaruddin yang sebagian besar benar.

"Kalau soal persentase (kepercayaan ke ucapan Novanto), nanti malah dikoreksi. Merujuknya ke Nazaruddin. Dia seringkali nyanyi, tapi sebagian besar yang dikatakan dia terbukti, misalnya e-KTP dan ada proyek-proyek lain juga. Mungkin para pentolan di DPR tahu ini main di mana, ini main di mana. Kalau persentase nggak bisa. Tapi paling tidak berapa persen pun, kebenarannya harus ditelisik KPK," pungkasnya.

Dalam diakusi ini juga hadir Ketua Departemen Politik DPP PKS Pipin Sopian, Anggota DPR F-PDIP Masinton Pasaribu, Ketua Bidang Hukum DPP Gerindra Habiburokhman, serta Pakar Hukum Pidana UI Chudry Sitompul. (nif/fjp)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads