"Ya kita harapkan Presiden Jokowi dapat mengambil kesempatan cuti dari jabatannya sebagai kepala negara saat masa Pilpres 2019 nanti. Ya ini juga sebagai upaya agar presiden tidak menjalankan kampanye saat menjalankan tugas sebagai kepala negara," kata Taufik di Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Menurut Taufik, cuti itu penting untuk menghindari adanya konflik kepentingan. Ia khawatir, jika presiden tidak mengambil cuti, dan melakukan kampanye, ada nuansa penggunaan anggaran negara. Ia pun mengingatkan, soal cuti itu juga pernah dilakukan Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada Pilpres 2009 silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan berbeda, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari mengatakan, presiden petahana tetap harus cuti saat kembali berkontestasi dalam pilpres. Dia menjelaskan, keharusan cuti tersebut bertujuan agar petahana tidak menggunakan fasilitas negara saat melakukan kampanye.
"Untuk pilpres, pada dasarnya kalau misalnya orang yang masih menduduki jabatan sebagai presiden itu nyalon lagi maka kemudian punya hak untuk kampanye, dalam gunakan haknya dibentukan UU harus cuti di luar tanggungan negara," katanya, baru-baru ini.
Diketahui, mengenai cuti itu tertera pada Ketentuan dalam UU Pemilu (Pasal 267 (2), 281 (1), dan Pasal 300), yang pada pokoknya menentukan bahwa:
(1) Kampanye dilaksanakan secara serentak antara Kampanye Pilpres dengan Kampanye Pileg.
(2) Kampanye yang mengikutsertakan Presiden dan Wakil Presiden, harus memenuhi ketentuan:
a. Tidak menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara; dan
b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(3) Cuti dan jadwal cuti memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara.
(4) Presiden dan Wakil Presiden selama melaksanakan kampanye memperhatikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara. (ega/nwy)