Akhirnya, di Era Jokowi Petani Garam Aceh Raup Rp 12 Juta/Bulan

Akhirnya, di Era Jokowi Petani Garam Aceh Raup Rp 12 Juta/Bulan

Agus Setyadi - detikNews
Kamis, 22 Mar 2018 17:53 WIB
Azhar kini tersenyum karena pendapatannya menembus Rp 12 juta/bulan atau terbesar dalam kurun 20 tahun terakhir. (agus/detikcom)
Aceh - Azhar (51) kini dapat tersenyum setelah harga garam yang diproduksinya laku dijual Rp 7 ribu/kg. Pendapatannya kini menjadi Rp 12 juta/bulan atau terbesar sepanjang 20 tahun terakhir. Kini, ia khawatir rencana impor garam membuat penghasilannya kembali anjlok.

"Sepuluh tahun lalu atau 20 tahun lalu harga garam Rp 3.500 per kilogram. Mungkin tidak sesuai dengan pekerjaan kita yang kerja capek, petani garam kan capek di bawah terik matahari. Tapi kalau harga rendah mungkin tidak sesuai dengan pekerjaan, tapi kalau harga sekarang Rp 7.000 hingga Rp 8.000 jadi kita senang," kata Azhar saat ditemui, Kamis (22/3/2018).

Lokasi produksi garam milik Azhar terletak di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, Aceh. Di sana, terdapat sebuah tempat mirip gubuk yang dijadikan tempat memasak garam. Bahan baku utama pembuatan garam di sana adalah pasir yang dijemur di bawah terik matahari.

Setelah itu, pasir diangkut ke tempat memasak, lalu direbus. Ia mengontrol api agar tetap hidup. Prosesnya butuh waktu 3-4 jam hingga pasir bercampur air itu masak menjadi garam. Dalam sehari, Azhar mampu memasak dua kali dengan jumlah produksi mencapai 60 kilogram.
Akhirnya, Di Era Jokowi Petani Garam Aceh Raup Rp 12 Juta/Bulan

"Saya jadi petani garam rebus selama 20 tahun. Kalau anak muda kan nggak mau jadi petani garam karena bermain di bawah terik matahari. Padahal jadi petani garam uangnya lebih cepat. Hari ini kita masak hari ini kita punya dibanding pekerjaan lain," ujar Azhar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Azhar mengaku tetap bertahan menjadi petani garam dengan alasan penghasilannya lebih meyakinkan. Baginya, kendala utama dalam memproduksi garam adalah saat musim hujan. Ia harus mencuri-curi waktu agar pasir dapat dijemur.

Di Desa Lam Ujong sendiri saat ini cuma ada enam petani garam. Usianya pun rata-rata tak lagi muda. Azhar berkisah menjadi petani garam merupakan pekerjaan yang asyik. Setiap hari, dia selalu berharap matahari semakin terik.

"Kalau panas kayak gini kami senang. Dengan panasnya matahari, tingkat asinnya itu lebih tinggi," ungkap Azhar.

Dengan menjadi petani garam, Azhar dapat menyekolahkan anak hingga sarjana. Anak tertuanya baru saja menjadi sarjana komunikasi di salah satu universitas swasta di Banda Aceh.
Akhirnya, Di Era Jokowi Petani Garam Aceh Raup Rp 12 Juta/Bulan


"Penghasilan tergantung cuaca, bisa 60 kilogram dalam sehari. Tinggal kali Rp 7 ribu. Kan lumayan dibanding pekerjaan lain. Anak saya yang tua baru selesai kuliah. Saya biaya kuliah mereka dari uang garam," ungkap ayah tiga anak ini.

Di satu sisi, Azhar kini merasa khawatir terhadap rencana impor garam yang dilakukan pemerintah. Jika garam impor diperuntukkan buat industri, Azhar tidak mempermasalahkannya.

"Kalau garam impor kan garam petani di Aceh nggak ada yang mau lagi. Karena ada garam luar. Kalau untuk industri mungkin bisa, tapi untuk perorangan mungkin cukup dari tradisional," jelas Azhar.

Azhar pun kini sudah mendapat bantuan agar bisa menghasilkan garam dalam jumlah banyak. Tahun lalu, Azhar menerima sembilan bedeng tempat produksi garam dari pemerintah. Dalam satu bedeng, dia memprediksi mampu menghasilkan 700 kg-1 ton garam.

"Yang di bedeng ini garam sistem jemur. Itu butuh waktu sekitar 15 hingga 20 hari baru bisa panen. Dalam sebulan bisa panen dua kali," ungkap Azhar. (asp/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads