Anak asuhnya dulu bersekolah di dekat lokasi Bom Thamrin. Dia mengaku trauma untuk menyekolahkan di sekolah tersebut sehingga lebih memilih homeschooling.
"Banyak di sekolah, anak-anak lagi sekolah (Santa) Theresia tadinya. Tapi karena ada kejadian di Sarinah (Bom Thamrin 2016), saya minta izin tidak sekolah, anak-anak dapat homeschooling," kata Candri di Mapolda Metro Jaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (19/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Candri menjelaskan dirinya merawat kelima anak di hotel semata-mata alasan kemanusiaan. Dia tidak ingin, masa depan anak-anak tersebut hancur.
"Gini kemanusiaan, sekarang kalau nggak diadopsi, kalau digugurin nggak bisa, kamu lihat dibuang di kali, kamu lihat kan. Saya tidak ambil orang bagus saja, orang PSK juga dipelihara. Nanti besok saya bawa salah satu pekerja seks komersial (PSK), suratnya menyatakan meninggal karena HIV," ujar dia.
Polisi sebelumnya menyatakan jadwal anak-anak di hotel sangat longgar. Tidak ada tugas berat yang dibebankan CW kepada anak-anak. Anak-anak hanya bermain dan belajar.
"Kalau dilihat di sini, anak-anak itu bangunnya pukul 09.00 WIB, terus kalau sarapan di restoran hotel," kata Kanit V Subdit Renakta Ditkrimum Polda Metro Jaya AKP Hastiati Lawole.
"Mereka paling disuruh kerjain PR, merapikan tempat tidur dan pakaian, dan belajarnya juga homeschooling, seminggu dua kali. Jadi sebetulnya enak anak-anak itu," sambungnya.
Candri sebelumnya dilaporkan ke polisi atas dugaan kekerasan terhadap salah satu anak asuhnya M oleh LPAI. M awalnya kabur dari Hotel Le Meridien, tempat tinggalnya selama ini bersama Candri.
Kepada pihak LPAI, M menceritakan kekerasan psikis seperti disuruh tidur di kamar mandi oleh ibu asuhnya. M bisa ke LPAI karena diantar oleh Rini, seorang perempuan yang tadinya berniat mengasuhnya. (knv/rvk)