"Kami dari segi Bawaslu, kami keberatan apabila ada proses penundaan. Dalam rangka pemilihan masyarakat harus tahu siapa yang akan mereka pilih. Ini kan masyarakat seperti beli kucing dalam karung," kata Fritz dalam sebuah diskusi bertajuk Korupsi, Pilkada dan Penegakan Hukum di Warung Daun, Cikin, Jakarta Pusat, Sabtu (17/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari itu saya hadir dengan Pak Abhan kita banyak bahas berbagai macam isu misal terkait kesiapan kertas suara, kesiapan penyelenggara pemilu dalam menyambut pilkada. Ada juga isu dari keinginan ketua KPK yang dibahas. Tapi tidak ada pengambilan keputusan. Karena itu sifatnya reporting kepada Menko Polhukam," ujarnya.
"Kami tidak pernah meminta pernyataan tersebut. Itu bisa kami tegaskan dari muka kami yang saling berpandang-pandangan," imbuhnya.
Sementara, Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyayangkan KPK yang baru mengumumkan para kepala daerah sebagai tersangka saat mencalonkan diri kembali. Ia mengaku heran kemana KPK selama ini.
"Pertanyaannya kemana KPK kemarin. Kok baru sekarang. Tahap verifikasi dimana? Kita mengelola negara bukan mau menang-menangan," kata Masinton.
Dia menganggap permintaan Wiranto untuk menunda proses hukum sekedar imbauan. Menurutnya Kepolisian dan Kejaksaan lebih bisa menahan diri untuk menunda proses hukum para kepala daerah yang kembali mencalonkan diri.
"Itu kan imbauan. Imbauan juga pastinya berdasarkan masukan-masukan juga. Penegakan hukum dalam korupsi ini kan bukan cuma KPK. Kepolisian, kejaksaan juga, tapi kepolisian dan kejaksaan bisa menahan diri. Menunda bukan berarti menghentikan," kata Masinton.
"Supaya tidak disebut nanti KPK bermain politik. Dulu waktu pak Samad kan distabilo juga calon menteri itu," sambung dia.
(haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini