Ogoh-ogoh yang diarak datang dari banjar Serang, Tangerang, Ciledug, Rempoa, Tigaraksa dan banjar BSD Tangerang Selatan. Tahun ini, arak-arakan dimulai dari Pura Eka Wira Anantha dan dibuka langsung oleh perwakilan Kanwil Kementerian Agama Banten dan Komandan Grup 1 Kopassus.
Sebelum diarak keliling kota, narasi mengenai ogoh-ogoh ditampilkan di depan para umat Hindu se Banten. Selain itu, pawai ini dijadikan ajang perlombaan antar banjar umat Hindu yang ada di Banten.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pawai Ogoh-ogoh ini adaah salah satu kreativitas baru yang dimulai tahun 70an. awalnya ada ogoh-ogoh berkaitan dengan agama Hindu adalah dalam bentuk membasmi kejahatan," katanya.
PHDI Banten sendiri menurutnya ingin pawai ogoh-ogoh dilakukan di alun-alun kota sebagai kirab kebudayaan. Selain untuk umat Hindu, pawai bisa disertakan dengan budaya lain.
"Kami memang mencoba untuk membicarakan dengan dinas pariwisata. Kalau tiap tahun bukan hanya ogoh-ogoh tapi pawai budaya karena ada kebhinekaan di sana," paparnya.
Sementara itu, umat Sunda Wiwitan sebagai salah satu aliran kepercayaan mengikuti upacara ritual Tawur Kesanga jelang Nyepi tahun Saka 1940 di Banten. Keikutsertaan ini sebagai salah satu bentuk kebhinekaan dan upaya menjaga keberagamaan.
Selain Sunda Wiwitan, hadir juga dari Paguyuban Majapahit. Paguyuban ini hadir membawa gunungan hasil alam yang akan dikirab bersama ogoh-ogoh. Perwakilan Sunda Wiwitan Jaro Engkos Kosasih mengatakan, meskipun upacara Tawur Kesanga adalah ritual umat Hindu, namun menurutnya memiliki tujuan sama dengan yang ada di kepercayaannya. Karena ada di tanah Sunda, maka perwakilan dari Sunda Wiwitan juga datang dalam ritual.
"Ada ciri sabumi sadesa (satu bumi satu daerah) yang harus kita lakukan. Bahwa kira satu, bahwa kita ini Pancasila. jadi tidak ada perbedaan antar kami. Kita bersembahyang, tujuan kita sama," katanya. (bri/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini