Perangkap dipasang di perkebunan sawit di Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) Riau. Penebaran umpan di sekitaran sawit juga belum membuahkan hasil.
Balai Besar Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sudah menerjunkan timnya dua bulan di lokasi.Tim juga diperkuat dengan empat orang dokter hewan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Box trap yang diberi umpan seekor kambing jantan hingga daging berisi obat bius ini dipasang untuk menangkap harimau Bonita. Foto: Dok. BBKSDA Riau |
Langkah selanjutnya, dengan turunnya tim medis sepekan ini, pihak BBKSDA mengupayakan dengan cara lainnya. Potongan daging yang sudah diberi obat bius oleh tim medis ditebar di lokasi konflik. Harapannya, Bonita mau menyantap daging sudah ditebar.
"Namun umpannya belum dimakan," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono kepada detikcom, Sabtu (10/3/2018).
Pemberian umpan yang sudah diberikan obat bius ini, harapannya bila sudah termakan, Bonita bisa lebih jinak karena sudah terpengaruh obat. Selanjutnya akan ditangkap dan disuntik kembali obat bius. Dengan demikian, tim akan melakukan oberservasi terhadap Bonita untuk mengetahui mengapa satwa buas ini perilakunya telah menyimpang tidak takut dengan manusia sebagaimana lazimnya.
BBKSDA Riau dalam penanganan Bonita ini menghindari penggunaan senjata yang diberi bius. Penangananya lebih soft dengan cara menebar umpan daging berisi obat bius tersebut.
Sebagaimana diketahui, Bonita pada 3 Januari 2018 menerkam pekerja kebun sawit PT Tabung Haji Indo Plantations di Inhil. Dalam konflik tersebut, Jumiati tewas.
(aan/imk)












































Box trap yang diberi umpan seekor kambing jantan hingga daging berisi obat bius ini dipasang untuk menangkap harimau Bonita. Foto: Dok. BBKSDA Riau