Sebelumnya, puluhan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi yang ada di Tarakan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Aspirasi Rakyat (Gempar), kembali mendatangi gedung DPRD yang berada di Jalan Jenderal Sudirman. Berbeda pada aksi sebelumnya, kali ini Gempar mendapatkan pengawalan super ketat dari aparat keamanan.
Sempat terjadi negosiasi antara Ketua DPRD Tarakan dengan perwakilan unjuk rasa, karena hanya diminta 30 perwakilan yang diperbolehkan masuk. Secara tegas, para mahasiswa menolak, bahkan sempat diwarnai aksi bakar ban didepan pintu gerbang gedung DPRD karena tidak dipekenankan masuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti sudah menjadi keinginan kita bersama, di mana menolak adanya revisi UU MD3 karena jika sampai revisi ini dilakukan dan sahkan maka demokrasi kita akan mengalami kemunduran yang cukup jauh, kita akan terkekang karena tidak bisa mengkritisi legislatif maupun eksekutif. Kami pemerintah daerah juga sependapat dengan mahasiswa untuk menolak revisi UU MD3," terangnya, Jumat (9/3/2018).
"Karena saya di sini sebagai Plt wali kota, maka keputusan yang saya ambil ini mewakili Pemkot Tarakan, dan gerakan ini sebenarnya sudah dilakukan di seluruh Indonesia, Cuma waktu pelaksanaan yang berbeda. Kita mendukung para mahasiswa untuk menolak UU MD3, kita harapkan pemerintah pusat juga mengerti kondisi di daerah sehingga tidak jadi mengesahkan UU MD3 tersebut," ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua DPRD Tarakan, Salman Aradeng. Menurutnya secara lembaga dirinya menolak revisi UU MD3 ini, bahkan tanpa ragu dirinya menandatangani petisi penolakan bersama-sama mahasiswa.
"Saya telah menandatangani petisi, dan temen-temen akan ikut menyetujui langkah saya ini karena DPRD kolektif kolegia. Karena saya simbol lembaga, makanya anggota DPRD lainya akan menyetujui untuk menolak revisi UU MD3," ucapnya.
Yang mendasari Ketua DPRD untuk menandatangani petisi penolakan UU MD3, menurut Salman yang pertama itu UU lahir karena kebutuhan masyarakat sehingga haris mempu menampung apa yang sudah menjadi aspirasi. Tetapi kalau UU MD3 ini karena adanya kepentingan bukan kebutuhan, makanya harus ditolak.
"Saya pikir selama ini tidak ada masalah, bagus saja, tidak perlu dibuat aturan MD3 juga berjalan dengan baik. Karena kalau masyarakat sudah mengkitik, itu tandanya kita harus berbenah, tetapi bila kritikan membangun disuarakan, itu tandanya akan membelenggu rakyat," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Aksi Gempar, Dani Aritonang mengaku cukup puas dengan kegiatan yang dilakukan kali ini, tanpa harus ricuh mendapatkan dukungan dari Pemkot maupun DPRD Tarakan dan dialog di dalam gedung juga berlangsung damai dan kondusif.
"Untuk langkah selanjutnya, tanda tangan petisi ini akan kita serahkan ke ketua lembaga yang ada di pusat. Sebagai bahan uji materi untuk menolak revisi UU MD3," ucapnya. (asp/asp)











































