"Saya tidak mau menerima. (Tudingan auto plagiat) hanya dijadikan alat untuk mencemari nama saya agar gagal ikut serta pemilihan rektor," kata Grace dalam konferensi pers di Manado, Selasa (6/3/2018) sore.
Kasus bermula saat ia membuat presentasi dalam sebuah seminar di Medan pada 2009. Dua tahun setelahnya, ia mengajukan permohonan guru besar dan gelar profesor pun ia raih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Grace tidak terima dan mengajukan gugatan ke PTUN Manado dan menang.
"Saya mengajukan laporan SK 1132 ini sampai ke-PTUN hingga SK tersebut berhasil dimentahkan karena SK tidak sesuai fakta", ungkap Prof Grace.
Dengan posisi di atas, maka Grace yakin isu auto plagiat dihembuskan hanya untuk menjegalnya dalam bursa pemilihan rektor.
"Saya menyandang gelar guru besar sejak tahun 2011. Perlu diketahui gelar guru besar saya pun sempat dihambat seharusnya saya sudah menyandang gelar guru besar tahun 2011. Namun baru keluar tahun 2014. Dan saat ini setelah menyandang gelar guru besar, saya mencalonkan diri menjadi calon Rektor Usrat, namun saya langsung didiskualifikasi hanya dengan laporan SK yang sama yakni SK 1132," tegasnya kembali.
Menurut perwakilan Senat Unsrat, Kusen, hal itu membuat Senat dan panitia terjadi prokontra, dan melakukan walkout. Sehingga tidak bisa menghasilkan musyawarah mufakat.
"Padahal saat itu Prof Grace sudah mendapatkan nomor urut 7 dari delapan calon pemilihan rektor, Jangan ada yang menafsir kita mendiskualifikasi, nanti terjadi multitafsir dan terjadi misinterpretasi. Tahapan ini kan belum berakhir, kita tunggu saja proses ke depannya," tegas Kusen. (asp/asp)