KPK Ubek-ubek 15 Kasus Korupsi
Sabtu, 25 Jun 2005 02:35 WIB
Surabaya - Semangat tinggi tapi tenaga kurang. Selain kasus dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), ternyata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya 14 kasus lain di lembaga birokrasi pemerintah yang sedang diubek-ubek."Sebenarnya masih ada 14 kasus korupsi lainnya yang diselidiki dan disidik KPK. Tapi karena sumber daya manusia terbatas, kasus lainnya dilimpahkan ke lembaga lain," kata Penasihat KPK Abdullah Hehamahua di Hotel Santika Surabaya, Jumat (24/6/2005).Kasus yang dimaksud adalah kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU) Departemen Agama (Depag) yang diperkirakan mengakibatkan kerugian negara Rp 700 miliar. Kasus ini dilimpahkan ke Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).Kasus DAU Depag yang masuk daftar bidikan KPK ini dikarenakan pengelolaan dana nonbujeter tersebut dinilai rawan penyimpangan. Apalagi, mekanisme pertanggungjawaban penggunaan dana itu tidak begitu jelas.Menurut Abdullah, penanganan kasus korupsi membutuhkan konsentrasi tinggi. Sebab umumnya, kasus korupsi melibatkan banyak kalangan dengan jaringan yang sangat rumit. Selain itu, modus operandi kasus korupsi sifatnya sangat beragam."Makanya, penanganan kasus korupsi tak mungkin setengah-setengah," ujar mantan ketua umum PB HMI periode 1979-1981 ini. Sayang, Abdullah tidak merinci 13 kasus lainnya yang sedang diubek-ubek KPK.Pengungkapan dan pemberantasan kasus korupsi, lanjut dia, juga bukan monopoli KPK. Mabes Polri dan Kejaksaan juga memiliki wewenang menyelidiki dan menyidik kasus pencurian uang rakyat tersebut.Ditegaskan Abdullah, walaupun pengungkapan dan penyidikan kasus DAU Depag sekarang diproses Timtas Tipikor, KPK tetap melakukan supervisi atas jalannya proses hukum tersebut. Sebab nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini sangat besar, yakni Rp 700 miliar."Tapi saat kita limpahkan ke Timtas Tipikor, kita tidak memberikan rekomendasi sama sekali," jelasnya.Pengungkapan kasus DAU Depag, sambung dia, mengindikasikan bobroknya manajemen pengelolaan negara, terutama manajemen keuangan. Banyak pejabat negara yang telah menikmati dana DAU, namun tidak merasa menikmati uang rakyat."Padahal keberangkatan haji mereka, istri atau anaknya itu dibiayai dari potongan ongkos naik haji yang dibayar setiap jamaah. Ini kan sungguh ironis," tandas Abdullah.
(sss/)