Hari ini merupakan 10 bulan 8 hari sejak Novel Baswedan mengalami teror penyiraman air keras. Pelakunya pun tak kunjung terungkap.
KPK--lembaga di mana Novel bekerja--terus berkoordinasi mendapatkan informasi perkembangan penanganan kasus itu di Polda Metro Jaya. Namun, belakangan muncul tudingan bila Novel tidak kooperatif sehingga menghambat pengungkapan kasus.
KPK pun membela Novel. Menurut KPK, Novel tidak seharusnya dibebani lagi terkait pembuktian teror padanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada pihak-pihak lain yang justru menuding Novel tidak koperatif untuk menjelaskan siapa pelaku penyerangnya, kami ingatkan agar tidak menempatkan Novel dua kali sebagai korban," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (19/2/2018).
"Akal sehat dan rasa kemanusiaan kita tidak bisa menerima jika justru korban yang disalahkan ketika pelaku belum ditemukan," imbuh Febri.
Febri memang tidak menyebut siapa pihak-pihak yang menyebut Novel tidak kooperatif. Namun beberapa waktu lalu, anggota Ombudsman Adrianus Meliala sempat berkata demikian.
Novel saat ini tengah menjalani proses pemulihan setelah operasi tambahan pada mata kirinya. Kondisinya semakin membaik dan direncanakan akan kembali ke Tanah Air secepatnya.
"Jika hasil cek dan kontrol tekanan mata ke dokter besok hasilnya baik, maka Rabu akan dilakukan pemeriksaan lanjutan dan Kamis direncanakan kembali ke Jakarta," ujar Febri.
Novel Baswedan mengalami teror penyiraman air keras di depan Masjid dekat rumahnya usai menjalankan salah subuh pada 11 April 2017. Sejak saat itu Novel harus dirawat di Singapura hingga harus menjalani beberapa kali operasi untuk menyembuhkan kondisi matanya.
Hingga kini koordinasi antara KPK-Polri terus dilakukan, namun pelakunya belum juga ditemukan. Polisi bahkan sudah menyebat sketsa wajah terduga pelaku penyerangan Novel Baswedan. Sementara itu berbagai pihak mendorong Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas kasus yang menimpa penyidik senior KPK ini.