Sebelum menempati gubuk yang sekarang, Sakri bersama keluarganya tinggal berpindah-pindah. Bukan karena tidak betah, melainkan lantaran gubuk-gubuk sebelumnya berdiri di atas tanah orang.
"Kami kaget awalnya ada warga yang tinggal di gubuk berukuran 2,5 x 2 meter dan tidak layak huni. Atap hanya plastik. Makan-tidur, Kakek Sakri, istri, dan kedua anak laki-lakinya juga di gubuk itu," kata Sherly Arthamila kepada detikcom, Sabtu (17/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sharly dan kawan-kawan mencoba membantu keluarga tersebut dengan meminta surat keterangan miskin dari perangkat desa.
"Suaminya sudah tua (Kakek Sakri), tidak lagi bisa kerja berat dan yang kerja itu hanya istrinya. Itu juga cuma cari kayu bakar dengan upah sekitar Rp 10 ribu. Kedua anaknya masih sekolah karena dapat bantuan dari pemerintah," kata mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Baturaja ini.
Kepala Desa Kesambirata Kadrun membenarkan kondisi memprihatinkan yang dialami warganya ini. Sebelum menempati gubuk yang sekarang, Kakek Sakri memang sempat tinggal di gubuk tua milik warga sekitar.
"Tinggal di gubuk yang sekarang baru sekitar 3 hari, tapi sebelumnya juga sama, tinggal di gubuk seperti itu dan sudah hampir 3 tahun lebih. Waktu itu gubuk mereka berdiri di atas tanah orang. Karena tanahnya dijual, mereka harus pindah sampai akhirnya berdirilah gubuk baru," kata Kadrun.
![]() |
"Iya, sekarang tanah sudah milik mereka dan itu juga warisan dari keluarga. Kami dari perangkat desa sedang berusaha mencari bantuan. Lahan 4x4 saya rasa sudah cukup jika dibangun rumah layak huni," sambungnya.
Terkait kondisi memprihatinkan keluarga Kakek Sakri, Kadrun menyebut di desanya hanya dua keluarga yang tinggal dalam kondisi serupa. Satu keluarga lagi dinilai layak karena gubuk sebagai tempat tinggalnya masih memiliki dinding utuh.