Catatan seorang Tionghoa Kaytsu dimakamkan di Masjid Agung ini hanya sedikit ditulis oleh Claude Guillot dalam buku 'Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVI'. "Tahun 1674 wafatlah Syahbandar Kaytsu. Raja yang sangat menghargai, memerintahkan agar ia dikuburkan di Masjid Agung Banten," tulisnya.
Meskipun Kaytsu seorang muslim, menurut Kurator Museum Situs Keburbakalaan Banten, Obay Sobari, saat dikuburkan kemungkinan selalu ada simbol Tionghoa-nya. Namun, menurutnya, di lingkungan Masjid Agung Banten, ia belum menemukan lokasi syahbandar tersebut dikuburkan.
Baca juga: Syahbandar Tionghoa di Kerajaan Islam Banten |
Ia juga menggambarkan, di zaman kesultanan Banten, ada sebuah pecinan dan banyak kuburan warga Tionghoa. Berdirinya pecinan tersebut menggambarkan kondisi hubungan antara muslim dan Tionghoa pada masa itu. Namun kondisinya sekarang memprihatinkan. Penanda-penanda, seperti nisan, rusak oleh warga yang tidak bertanggung jawab.
"Batu nisan (bertuliskan) China di pecinan umumnya tercecer. Ada dipakai dasar dapur, dibuat gilesan baju. Tapi sebagian kita amankan saat museum dibuka tahun 1985," kata Obay saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu.
Masih di kawasan Kesultanan Islam Banten, tiga ratus meter dari lokasi Masjid Kasunyatan, berdiri belasan kuburan Tionghoa yang begitu mencolok. Lokasinya menanjak ke arah bukit kecil melewati kali mati yang dulu digunakan sebagai kanal. Berdiri di tanah yang dimanfaatkan warga sebagai perkebunan.
Masjid Kasunyatan sendiri adalah salah satu yang tertua di Banten. Dibangun di lingkungan para ulama, khususnya guru spiritual Maulana Muhammad pada abad ke-16. Masjid ini dibangun pada masa pimpinan Sultan Maulana Yusuf.
![]() |
Pemerhati sejarah Banten Lama, Mufti Ali, mengatakan kuburan para Tionghoa di Kasunyatan diduga dibuat pada masa kesultanan Islam berjaya dalam hal perdagangan. Megahnya makam tersebut menunjukkan status sosial. Diduga, mereka adalah para saudagar gula.
"Luasnya kira-kira satu setengah hektare, kuburannya besar-besar. Itu terkait dengan status mereka sebagai saudagar gula," kata Mufti Ali.
Ia pernah mendampingi Claude Guillot ke lokasi tersebut dan mendapat penjelasan soal ini. Namun Mufti tidak bisa memastikan lokasi Syahbandar Kaytsu dimakamkan karena terbatasnya arsip tentang hal tersebut. (bri/jat)