"Memang masih belum tertata ya. Justru tadinya saya ingin merapikan itu. Saya kan baru enam bulan menjabat bupati. Saya melanjutkan program-program maupun kewenangan bupati yang lama," kata Imas di KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (15/2/2018).
Imas ditetapkan sebagai tersangka terkait suap perizinan lahan pendirian pabrik. Soal izin lahan yang dipermasalahkan KPK, menurut Imas memang lumrah jika ada investor akan masuk ke wilayahnya lalu mengurus izin. Imas sendiri mempersilakan investor untuk mengurus izin ke Badan Penanama Modal dan Perizinan (BPMP). Izin itu diakui Imas tidak perlu teken dari dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia kemudian menanggapi soal operasi tangkap tangan (OTT) yang menjeratnya sebagai tersangka. Imas merasa ada yang tidak sesuai karena dia tidak tertangkap tangan menerima uang. "Biasanya kalau yang itukan tangkap tangan, gitu. Misalnya nerima uang, baru kasusnya itu, tapi saya nggak nerima apapun," ujar Imas.
Dalam sangkaan KPK memang disebutkan adanya commitment fee yang dijanjikan dari perantara suap kepada Imas sebesar Rp 1,5 miliar. Walau mengaku belum menerima uang sepeser pun, Imas tidak membantah soal komunikasi itu.
"(Perjanjian lewat) telepon, ya nggak tahu ya kalau telepon," tuturnya.
Imas yang terjaring OTT KPK, dijerat pasal penerimaan suap. Dia diduga menerima suap bersama Data (swasta) dan Asep Santika (Kabid Perizinan Pemkab Subang) dari Miftahhudin (swasta/PT ASP). Suap terkait dengan pemberian izin pembuatan pabrik di Subang.
KPK menduga adanya commitment fee awal antara pemberi dengan perantara Rp 4,5 miliar, sedangkan commitment fee antara bupati ke perantara adalah Rp 1,5 miliar. Namun, baru Rp 1,4 miliar yang terealisasi dibayarkan ke Imas dan perantaranya. (aud/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini