"Kalau benar UU itu mengecualikan tindak pidana khusus, KPK tentu tidak akan memerlukan izin presiden ataupun rekomendasi MKD kalau memproses anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana korupsi," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (13/2/2018).
Selain itu, Febri berbicara tentang mengundang anggota DPR terkait kasus yang masih ditangani di tingkat penyelidikan. Menurut Febri, KPK tetap bisa mengundang anggota DPR karena sifatnya bukan paksaan seperti dalam proses penyidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari itu, Febri mengatakan anggota DPR seharusnya memberikan contoh yang baik apabila berhadapan dengan hukum dengan memenuhi panggilan di tingkat penyidikan atau undangan klarifikasi di tingkat penyelidikan. Menurut Febri, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas.
"Kita hormati institusi DPR. Ketika ada anggota DPR yang dipanggil untuk penegakan hukum, terutama untuk tindak pidana korupsi ya, karena kita kan bicara tentang komitmen kebangsaan kita, prioritas untuk pemberantasan korupsi, tentu akan lebih baik memberikan contoh kepada publik terkait kepatuhan hukum tersebut. Kecuali memang ada alasan-alasan yang sah menurut hukum," urai Febri.
Pada Senin (12/2), DPR mengesahkan UU MD3, yang di dalamnya terdapat Pasal 245 terkait izin memanggil anggota DPR oleh penegak hukum yang harus mengantongi izin presiden atas rekomendasi MKD. Pasal ini sempat dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi, dan menggantinya dengan izin presiden saja. Namun kini pasal itu kembali dihidupkan. (nif/dhn)











































